Kamis, 31 Mei 2012

Ketika Hujan Siang Ini

Hujan di siang ini membawa lamunanku tentang seseorang yang belum pasti adanya. Dia adalah inspirasi dari setiap kata yang terangkai dalam tulisan-tulisan ini. Dia adalah kencan butaku,sebuta-butanya aku untuk mencintainya.

Cinta itu tak buta, karena kita bisa melihat pintu-pintunya yang dihiasi dengan pernak pernik indah disekelilingnya. Pintu dengan pilihan kayu terbaik dan diukir dengan segala karya cipta yang begitu elok untuk kita lihat.

Aku mencoba menghampiri pintu itu, perlahan aku langkahkan kakiku melewati altar merah yang dihiasi dengan bunga-bunga yang begitu wangi. Begitu nikmatkah cinta ini, sehingga jalan menujunya begitu romantic jika harus aku bayangkan dalam lamunan siang ini yang dihiasi buih-buih rintik hujan.

Langkah demi langkah aku tapaki, setiap hempasan telapak kakiku menaburkan wewangian dari altar yang dihiasi bunga-bunga itu. Aku mulai mendekat, semakin dekat dan terus mendekat. Sekarang mungkin jarakku dengan pintu itu hanya seujung mata tombak milik kesatria kerajaan-kerajaan cinta yang ada dalam cerita dongeng sebelum tidur. begitu dekatnya dan begitu indahnya ketika jarak tak lagi menjadi penghalang untuk dapat membuka pintu itu.

Aku terdiam, dan mencoba mengatur denyut jantungku yang mulai tak beraturan. Keringatku bercucuran karena gugup untuk mengetahui apa yang ada di dalam pintu yang begitu indah dihadapanku. Perlahan otot tanganku bekerja melalui perintah cerebellum. Mereka mendekatkan telapak tanganku dan mengirimkan instruksi agar jari-jariku membuka pintu itu, semuanya bergerak secara otomatis seperti timer yang terletak dalam bom waktu. Lalu....... "krek" ............................................................ dan pintu itu tidak terbuka. Seseorang mungkin sudah menguncinya sehingga tak ada satupun yang mampu melihat seperti apa indahnya ruangan yang ada di dalam pintu itu.

Sejenak denyut jantungku mulai tak sekencang tadi setelah mendapati pintu itu terkunci, dan aku mulai mengeringkan keringatku yang sedikit masih tersisa dikeningku yang terhalang oleh rambutku yang ikal.

Aku tak beranjak pergi dari pintu itu, tak pula membalikan badanku untuk sekedar berputus asa. Aku masih saja tegap berdiri menatap pintu indah yang terkunci. Perlahan aku coba membuat anak kunci yang sesuai dengan desain lubang kunci itu. Aku membuatnya sendiri melalui tubuhku, jiwaku, dan perasaanku sehingga kelak aku dapat membukanya dan melihat isi ruangan itu.

Siang ini langit masih mendung dan urung membiru. Biarkanlah buih-buih hujan meretas menembus kaca, agar terlihat berembun dan airmata tersamarkan oleh biasnya.




Thanks for reading........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar