Kini hujan menyambut pagiku. Dia hadir tanpa harus menunggu mentari terbungkus oleh awan, dia suguhkan cinta pagi ini. Ia selalu mengetuk (hujan pertama diakhir kemarau) suaranya tak henti-henti menghampiri, padahal aku sudah sembunyi. Ah tak kusangka, inilah yang kusebut dialog cinta di pagi hari; antara aku dan hujan.
Mungkin sore tadi terjadi perundingan antara hujan, mentari, dan Tuhan. Mentari tak mau hujan turun saat dia memamerkan kegagahannya, karena itu akan membuat dia terlihat seperti pecundang. Tuhan sudah pasti mengabulkan permintaan mentari, Ia mengutus hujan untuk turun pagi buta sebelum mentari terbit. Ini persekongkolan antara alam dan Tuhan yang takkan mampu kita ketahui bentuk diskusinya.
Tepat jam enam hujan mereda. Mega-mega di timur mulai memerah menyambut kehadiran mentari pagi. Secangkir kopi panas sangatlah tepat menemani pagi ini. Pekat dan tenang, meleburkan kebekuan pagi yang ditinggalkan hujan. Aku tandai hari ini, disaksikan secangkir kopi panas. Inilah akhir dari rezim kekuasaan kemarau, penghujan akan segera tiba.
Penghujan ini mengingatkanku akan cinta yang bersemi di bulan Juni. Hujan diawal bulan itu mekar bersama puisi yang tak henti-henti berbunyi diantara rintik buih-buih hujan. Dia, ya aku mengingat dia yang selalu terselip diantara kisah hujanku. "Aku mengingatmumu saat melewati kubangan air di tikungan itu, aku memanggilmu dalam sepi----dia yang terselip diantara kisah hujanku."
Setiap malam, hujan selalu membisikan cinta dari celah jendela. Kamu akan tersadar diantara buih embun pagi yang berjalan lambat menyusuri jendela. Menari indah dibibir daun, sebelum meresap jatuh ke tanah. Kamu sendiri. Kamulah pelacur cinta, yang membukukan pesona disela sepi dan pergi tertawa.
Aku menjadi hujan, disisa kubangan air hujan pertama di bulan Oktober........
Thanks for reading.......