Madam sudah pulang kampung ke Madura untuk persiapan melahirkan. Believe it or not, padahal saya merasa pernikahan Madam baru berlangsung tiga sampai empat bulan yang lalu, ternyata sudah lebih dari delapan bulan. Saya harus akui bahwa saya memiliki ingatan yang sangat lemah, dan saya adalah pelupa tengik kelas kakap. Bahkan sejak di sekolah dasar saya sudah beberapa kali melihat dan membaca Kartu Tanda Penduduk orang tua saya, dan sampai sekarang saya tak pernah ingat kapan orang tua saya berulang tahun. Ini kenyataan!
Oh ya Madam, dia adalah seorang ibu yang berjualan dengan gerobak dorong di dekat kampus, saya biasa duduk dan ngobrol bersamanya di tempat dia berjualan di bawah pohon. Selalu menyenangkan bisa bertukar kata dengannya, sikapnya yang selalu terbuka terhadap siapa pun membuat saya begitu nyaman. Dan yang paling penting dia adalah orang berikutnya setelah orang tua saya yang selalu berkata semoga berhasil dan sukses dalam menempuh kuliah, bahkan dia mengatakan itu hampir setiap saya mendatanginya, lebih sering daripada yang orang tua saya, really.
Waktu. Rasanya belum lama kaki saya kembali menginjak tanah kelahiran saya, setelah kepulangan saya dari Solo pada awal tahun dua ribu sebelas lalu. Saya meninggalkan banyak tawa, kenangan, dan yang sangat sulit diterima adalah prestasi yang harus saya sia-siakan di Solo. Bukan prestasi yang mungkin Anda bayangkan, tetapi prestasi bahwa ternyata saya dapat menikmati pendidikan saya disana. Dapat menikmati pendidikan yang saya tempuh adalah prestasi tersendiri untuk saya. Sejak mengawali pendidikan dari sekolah dasar, terhitung hanya ketika saya kelas lima sampai lulus sekolah dasar, kelas sembilan, kelas sepuluh semester satu dan semester satu-tingkat satu ketika saya kuliah di Solo saja saya dapat menikmati pendidikan saya dengan menyenangkan. Sisanya mungkin bisa dibilang periode stress selama saya mengenyam pendidikan, bahkan ketika saya sudah menempuh semester enam selama kuliah di Jakarta. Padahal semester depan saya hanya menyisakan lima belas sks termasuk tugas akhir, tetapi saya belum dapat menikmati pendidikan saya disini.
Saya hampir kehabisan waktu sepertinya. Magang, laporan kerja, skripsi, dan semua kekonyolan institut pendidikan. Tolong katakan pada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang tak pernah saya tahu namanya sejak Kabinet Indonesia Bersatu jilid pertama didirikan, cepat ubah kurikulum dan sistem pengajaran di Indonesia sebelum moral anak bangsa semakin bobrok karena cara penyaluran ilmu yang disampaikan pihak pengajar sudah sangat tidak efisien, dan adakan test kompetensi untuk para pengajar sebagai kualifikasi siapa yang berhak menjadi pengajar dan dibidang mana ketentuan dia boleh memberikan pelajaran. Perhatikan institut-intitut pendidikan yang berkategori swasta, dan kaji ulang cara penilaian akreditasi. Sejujurnya ide-ide gila dan umpatan seperti itu kadang timbul ketika saya merasa tersudutkan karena beberapa mata kuliah yang saya ambil ternyata sangatlah memuakan untuk ditempuh.
Oalah, sekarang sudah masuk tahun ketiga semenjak pertama kali saya kuliah di Jakarta, baru sekarang ini saya menyadarinya. Perjalanan panjang dengan segala bentuk konstruksi sudah membangun siapa saya sekarang ini, walaupun memang belum semua konstruksi pribadi saya selesai dibangun. Setiap hari, bahkan setiap waktu saya mencoba lagi membangun ulang diri saya. Suatu hari saya pernah bermimpi bahwa setiap tulisan saya akan diterbitkan dalam bentuk buku dan dibaca banyak orang, dan setiap saya melangkah kemana pun itu, orang-orang akan mengelu-elu kan saya, seakan-akan saya adalah pahlawan yang menyadarkan diri mereka bahwa para pemilik account anonymous di twitter itu hanyalah pembual yang merusak otak mereka dengan segala teori omong kosong yang menghancurkan pola pikir rasional followers-nya. Karena menurut hemat saya, sastra adalah alat untuk membangun segala bentuk yang positif dan mengajak setiap pembaca untuk berpikir. Kan Tuhan juga ciptakan manusia dengan fasilitas akal dan pikiran supaya manusia sendiri jadi mahluk yang berpikir.
Tapi semua hal itu terjadi hanya di dalam mimpi saya, sampai saya sudah menulis beberapa tulisan yang memang kebanyakan adalah luapan dari emosi saya sendiri, atau pun cerita tanpa mutu tentang diri saya yang bahkan kadang saya harus memaksa teman-teman saya membacanya di blog ini. Sebagian lagi malah enggan membacanya, sebagiannya malah menganggap seperti remeh. Pembaca-pembaca blog saya sendiri adalah teman-teman saya yang mungkin juga terpaksa membacanya, atau orang-orang yang tersesat karena keywords konyol yang mereka ketik di mesin pencarian.
Saya dan secangkir teh manis yang sudah tak hangat lagi berbagi waktu untuk menikmati pagi. Menanti surat pengantar dari kampus untuk saya ajukan ke perusahaan tempat orang tua dari teman saya bekerja, berharap semoga Tuhan meridhoi perjuangan saya sekarang dan saya bisa magang di perusahaan tersebut. Bagaimana pun saya harus menyelesaikan study saya semester depan. Walaupun kadang hidup tak seperti yang kita impi-impikan, kadang perjalanan tak seindah yang kita sangka, kadang kenyataan tak seperti yang kita harapkan, tapi inilah hidup dengan segala likunya. Tuhan tak pernah membiarkan perjuangan hambanya menjadi sia-sia walaupun kita terjebak dalam situasi yang dianggap gagal, bukankah manusia adalah sebaik-baiknya pengambil hikmah? Berusaha dan berusaha, walau terkadang banyak yang meragukan kita, meninggalkan kita, menggunjing, sampai pada satu titik kita merasa seperti sendiri, semua orang pergi tanpa permisi dari hati kita, semua ekspetasi seperti sia-sia. Jika itu semua terjadi pada diri saya, ketahuilah teh dan kopi tak akan pernah kehilangan tempat di dalam hati saya.
Keep your friends close, but your enemies closer - Al Pacino
Thanks for reading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar