Sabtu, 08 Desember 2012

Hipotesa

Sampai pada suatu hari aku tak pernah percaya, jika aku cinta padamu. Tak pernah. Aku bergelut dengan waktu, melebur dengan malam, dan membangun setiap hipotesa yang mungkin saja terjadi dalam konotasi ideologi imajinasi. Sumber seni yang selalu Albert Einstein kiblatkan dalam setiap pemikirannya, imajinasi. Bagaimana mungkin energi adalah hasil dari massa kali kecepatan cahaya. Sampai saat ini aku masih tak mengerti apa yang Bapak Jenius itu pikirkan dari E=mc kuadrat. Sama seperti aku tak mengerti kebeneran apakah aku cinta padanya ?

Banyak sudah hipotesa yang aku rumuskan dalam setiap imajinasiku. Sangat banyak, dan selalu bernilai salah. Setiap aku dapatkan formula dari pemikiranku, maka keesokan harinya aku dapatkan lagi rumusan yang menyalahkan formula sebelumnya. Maka duagaan-dugaan yang selalu aku buat setiap hari tak pernah benar dalam pola graf garis simetris pada titik koordinat cinta.

Untukmu
Aku tak pernah berhenti berpikir untuk menemukan kebenaran dari hipotesa-hipotesa gilaku. Saat ini aku sudah merumuskan tujuh ratus dua belas hipotesa yang selalu bernilai salah. Bahkan ketika kau jatuhkan jasadmu dalam pelukku, dan ketika kurangkulakan gelisahku dalam jiwamu. Masih saja bernilai salah ketika kurangkaikan kata-kata ini menjadi sebuah cerita sampah. Tak mengapa, aku tak peduli. Aku selalu meyakini bahwa akan ada nilai benar sebelum hipotesa yang ke tiga ribu seratus dua belas.

Terik matahari
Siang itu, setelah sujud dan salam yang kupanjatkan di sebuah mesjid. Matahari baru saja bergeser dari ubun-ubunku. Pintu yang terbuka membelah semua ruangan menuju pintu terakhir halaman belakang. Kuucapkan salam tapi tak ada jawaban. Hening dan sepi sekali karena mimpi sedang mengajakmu berjalan menembus dimensi waktu refleksi kehidupan alam sadar. Paras yang damai membuatku takut untuk melakukan gerakan yang bisa membangunkanmu. Aku duduk saja disampingmu sambil memandangi potret masa kecilmu yang tertata cukup rapi disudut barat laut. Kusamakan dengan wajah indahmu yang menutup mata. Aih, aku dibawa dalam halusinasi kisah masa kecilmu. Dihadapan segelas air putih yang tak banyak tingkah itu, aku tersenyum-senyum kecil menggambarkan masa kecilmu. Tingkah yang sedikit gila memang, tapi cukup normal untuk seseorang yang sedang belajar memahami perasaanya sendiri.

Siang itu. Hanya dihari itu aku membuat sebuah formula terumit dari hipotesa dalam hidupku. Kebenaran yang saat ini aku singgungkan dengan kesalahan. Beberapa pertanyaan mulai menghampiriku. Apa ? Kenapa ? Bagaimana ? Kapan ? Aku benci pertanyaan ! Aku mencaci diriku sendiri. Aku keluarkan semua kata-kata yang kasar untukku sendiri. Sampai akhirnya kamu terbangun dan aku berhenti melakukannya lagi.

Perasaanku. Aku tak mau menjadikannya sebagai sebuah hakitat. Perasaan tak pernah mengerti nilai false, semuanya selalu bernilai true. Bahkan semua yang disangkal oleh sains akan tetap bernilai true jika perasaan yang melakukan penilaian. Biarkan aku berpikir tanpa henti. Aku tak mau membenarkan semuanya dengan perasaanku. Aku butuh kebenaran dari hipotesa yang bernilai salah, dari mata yang terpejam untuk menunggu kata cinta dikeesokan harinya.


    Kurangkul kau kurangkul

         Kaujatuhkan jasadmu dalam pelukku

              Kurangkul kau kurangkul

                   Biarlah sampai terlelap kau menutup matamu





Con amore....
Thanks for reading..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar