Minggu, 26 Januari 2014

Aku

Mungkin kamu menganggap aku manusia aneh seperti kebanyakan orang menilaiku. Mungkin aku satu-satunya manusia yang suka berkata-kata sekehendak hati tanpa berpikir takut digotong ke kantor polisi karena ucapanku, atau tanpa berpikir itu menyakiti perasaan orang lain atau tidak. Aku bukan kejam, aku hanya mengungkapkan apa yang orang lain pikirkan.

Aku sudah sering dianggap gila dengan teori-teori dan mimpi-mimpi yang orang-orang anggap 'kemustahilan', dan aku tak pernah takut digiring ke rumah sakit jiwa karena semua itu. Aku ingin seperti ini, menjadi diriku sendiri yang bahkan tak peduli potongan rambutku seperti apa. Aku tak mau tersiksa untuk menjadi munafik dan membohongi diri sendiri.

Sejak Oktober tahun lalu aku sudah melewati usia dua puluh satu tahun. Sejujurnya aku tidak pernah menghitung berapa usiaku dan jenggotku yang semakin tumbuh berantakan diujung dagu. Aku lebih banyak mempertanyakan tentang berapa orang yang masih menganggapku waras di dunia yang semakin tidak waras ini? Berapa orang yang menganggapku ada dalam hidupnya? Lelucon itu tiba-tiba saja menyergapku belakangan ini.

Aku ingin menjadi rumah, setidaknya untuk diriku sendiri. Tempat dimana aku bebas menentukan pagi ini mau minum kopi atau teh manis. Tempat dimana aku bisa memutar lagu apa saja yang ingin aku dengar tanpa peduli yang terjadi di luar. Meninggikan pengeras suara sampai aku tak mendengar suaraku sendiri. Aku tak peduli, karena aku jauh dari dunia luar. Jika kamu ingin singgah, singgahlah. Kamu boleh menari-nari di sini dengan segala gerak yang kamu suka. Kamu boleh berteduh dari derasnya tuntutan menjadi dewasa di dunia sana. Pintuku terbuka untuk siapa saja, tapi ingat aku adalah orang yang dianggap aneh dan gila.

Sekarang aku butuh secangkir kopi untuk menemani rokok yang orang-orang anggap bau dan menyebalkan.











Secangkir kopi adalah tentang tetap hadir meski sendiri





Thanks for reading....

Minggu, 19 Januari 2014

Cinta Tak Bisa Ditanak!

Secangkir kopi ini sudah melengkapi pagiku. Kolaborasinya dengan sebatang rokok tak dapat tergantikan dengan apa pun. "Selamat pagi," kataku pada isi kepala yang selalu bertanya-tanya. Tenanglah kalian dalam keharmonisan caffeine dan nicotine tanpa perlu lagi banyak protes pada si Dungu yang sedang asik menulis ini.

Pagi ini aku masih enggan keluar kamar. Sisa kantuk masih mengayun-ngayun dikelopak mata, karena tidur terlampau larut sampai-sampai aku telat melaksanakan sholat subuh. Aku malu pada matahari mendahuluiku menyapa sisa-sisa hujan semalam. Terlebih aku malu pada Tuhanku, aku tahu Tuhan melihatku meski aku bersembunyi di dalam kamar yang terkunci rapat. Ya Allah maafkan aku terlampau nyenyak berbaring di atas kasur sampai lalai melaksanakan kewajibanku sebagai hambaMu.

Aku duduk tertegun di tempat yang tak asing untukku, kamar. Ditemani secangkir kopi, sebatang rokok, dan kepulan asap yang bergerak kesana - kemari mencari mencari lubang ventilasi karena tak mau terjebak dalam lingkaran sepi bersamaku. Tak tahu adat memang, "jika bukan karena kusulut dengan api kau tak akan menjadi asap." Setelah menjadi asap ia pergi tanpa pamit ingin meninggalkanku. "Pergilah! Aku masih sanggup menciptakan asap lain."

Aku masih mengingat-ingat sisa drama semalam yang sekarang mengusik pagiku. Ada rasa malu yang tiba-tiba menjejali perasaanku. Aku kehilangan self-control malam tadi, sampai-sampai berani dengan lancang berkata-kata seperti itu. Cinta tak pernah segila ini sebelumnya. Sekarang kewarasanku diambang garis akhir menuju titik terendah dan mendekati nilai minus. Cinta tak bisa ditanak! Seegois apa pun terhadap cinta, jika Tuhan belum mengijinkan apa hendak dikata. Tak akan kenyang walaupun setiap hari yang didengungkan hanya cinta. Tak akan pernah puas walaupun setiap hari berpuisi tentang cinta.

Pagi ini aku menunggu kejutan dari Tuhan bersama secangkir kopi. Aku masih selalu menunggu kejutan-kejutan yang selalu Tuhan berikan. Semoga kewarasanku bisa kembali pada titik normalnya sambil aku menunggu kejutan Tuhan. Biar kini Tuhan melengkapi karmaku sebelum Tuhan menyempurnakan hidupku dengan kematian.










Disisi cangkir, aku tinggalkan bekas bibir. Untuk mengabarkan bahwa aku pernah meminum kopi sambil mengingatmu.






Con Amor
Thanks for reading...