Minggu, 19 Januari 2014

Cinta Tak Bisa Ditanak!

Secangkir kopi ini sudah melengkapi pagiku. Kolaborasinya dengan sebatang rokok tak dapat tergantikan dengan apa pun. "Selamat pagi," kataku pada isi kepala yang selalu bertanya-tanya. Tenanglah kalian dalam keharmonisan caffeine dan nicotine tanpa perlu lagi banyak protes pada si Dungu yang sedang asik menulis ini.

Pagi ini aku masih enggan keluar kamar. Sisa kantuk masih mengayun-ngayun dikelopak mata, karena tidur terlampau larut sampai-sampai aku telat melaksanakan sholat subuh. Aku malu pada matahari mendahuluiku menyapa sisa-sisa hujan semalam. Terlebih aku malu pada Tuhanku, aku tahu Tuhan melihatku meski aku bersembunyi di dalam kamar yang terkunci rapat. Ya Allah maafkan aku terlampau nyenyak berbaring di atas kasur sampai lalai melaksanakan kewajibanku sebagai hambaMu.

Aku duduk tertegun di tempat yang tak asing untukku, kamar. Ditemani secangkir kopi, sebatang rokok, dan kepulan asap yang bergerak kesana - kemari mencari mencari lubang ventilasi karena tak mau terjebak dalam lingkaran sepi bersamaku. Tak tahu adat memang, "jika bukan karena kusulut dengan api kau tak akan menjadi asap." Setelah menjadi asap ia pergi tanpa pamit ingin meninggalkanku. "Pergilah! Aku masih sanggup menciptakan asap lain."

Aku masih mengingat-ingat sisa drama semalam yang sekarang mengusik pagiku. Ada rasa malu yang tiba-tiba menjejali perasaanku. Aku kehilangan self-control malam tadi, sampai-sampai berani dengan lancang berkata-kata seperti itu. Cinta tak pernah segila ini sebelumnya. Sekarang kewarasanku diambang garis akhir menuju titik terendah dan mendekati nilai minus. Cinta tak bisa ditanak! Seegois apa pun terhadap cinta, jika Tuhan belum mengijinkan apa hendak dikata. Tak akan kenyang walaupun setiap hari yang didengungkan hanya cinta. Tak akan pernah puas walaupun setiap hari berpuisi tentang cinta.

Pagi ini aku menunggu kejutan dari Tuhan bersama secangkir kopi. Aku masih selalu menunggu kejutan-kejutan yang selalu Tuhan berikan. Semoga kewarasanku bisa kembali pada titik normalnya sambil aku menunggu kejutan Tuhan. Biar kini Tuhan melengkapi karmaku sebelum Tuhan menyempurnakan hidupku dengan kematian.










Disisi cangkir, aku tinggalkan bekas bibir. Untuk mengabarkan bahwa aku pernah meminum kopi sambil mengingatmu.






Con Amor
Thanks for reading... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar