Senin, 26 Mei 2014

Sesal

Menjegal langkah yang terlalu jauh, antara ambisi dan keinginan hati yang sulit di tolak. Aku terperosok lagi ke dalam sebuah jurang, ke dalam kikuk yang untuk entah. Untuk kepala yang sudah terlalu tegak, dan dada yang terlalu membusung. Mengotori diri sendiri adalah caraku untuk mengerti bahwa selurus apa pun jalan yang kutempuh tetap saja ada kubangan di dalamnya. Maka setegak-tegaknya kepala dan sebusung-busungnya dada, menunduk adalah cara terbaik untuk mengambil langkah.

Pijak yang tadinya tegak menjadi goyah, dan entah, semuanya begitu saja. Seperti entah yang dari entah datangnya. Pernah aku coba bertanya pada kepalaku sendiri yang selalu hingar, tapi jawaban yang ada hanya sunyi: seketika singup, susut, dan luput. Lalu kunang-kunang, hujan, dan secangkir kopi berebut waktu denganku dalam malam.

Tuhan bisa kita negosiasi ulang tentang takdirku?





Thanks for reading...

Minggu, 18 Mei 2014

Sekali Lagi, Menyebalkan!

Dulu aku masih ingat sekali, rasa kagum sekaligus terkesima ketika aku berada di Blok M Plaza dan naik lift sampai ketinggian tiga belas lantai. Tuhan, jujur saja itu adalah pengalaman pertama hambaMu yang kerdil ini naik lift sampai ketinggian melebihi sepuluh lantai. Bahkan aku masih ingat kali pertama aku naik lift adalah ketika almarhum kakekku dirawat di sebuah rumah sakit swasta di wilayah Bekasi. Aku berhasil naik lift sampai lantai tiga dengan perasaan senang sekaligus deg-degan karena takut tiba-tiba lift mati dan jatuh ke lantai dasar. Mungkin itu disebabkan karena aku terlalu banyak menonton film action atau karena instinct udik alamiahku yang sulit untuk lenyap. Tapi setelah aku kuliah, aku setiap hari terbiasa naik lift di kampus, bahkan aku pernah berlaga so cool ketika terjebak di dalam lift yang tiba-tiba saja mogok. Padahal hatiku sudah gelisah tak karuan karena takut kehabisan oksigen dan tiba-tiba mati di dalam lift yang sudah terkenal rombeng itu. Dan lantai tertinggi yang pernah aku tempuh menggunakan lift adalah lantai dua puluh di wilayah perkantoran Jl. Mega Kuningan. Well, ternyata hal yang sederhana di dunia ini bisa sangat berarti bagi seseorang.

Tuhan, betapa kadang aku merenungi takdir-takdir yang sudah aku jalani. Jika saja aku punya hak untuk memprotes takdir, mungkin aku akan jadi mahluk yang paling bawel dan paling banyak menyampaikan protes kepadaMu, Tuhan. Dan jika waktu adalah permainan ular tangga-lempar dadu, aku akan terus-terusan mencari gambar ular yang sering membuatku terperosok ke angka yang sudah aku lewati. Sederhana saja, aku hanya ingin mengulang lagi hal-hal yang sudah aku lewati dan berjalan tak benar menurut hematku sendiri. Kadang manusia menjadi seperti tak dapat menerima takdirnya jika dihadapkan pada sesuatu yang mereka anggap pernah melewatkannya di masa lampau, hal itu terjadi kepadaku, tepat pada saat ini. Jika aku dilahirkan dari keturunan yang mempercayai renkarnasi mungkin aku sudah bunuh diri berkali-kali hanya untuk kembali hidup dan mengambil apa yang aku lewatkan.

Aku mengarang narasi ini di hadapan cermin yang memamerkan wajahku. Aku ingat satu pepatah bahwa semakin rupawan wajah seseorang, maka hidupnya akan semakin tak tenang. Aku telisik setiap inch dari wajahku: biasa saja, tapi kenapa aku merasa hidupku tak tenang? Di dalam cermin itu aku dapatkan sepasang mata yang menatapku iba, dan sejenak kemudian kita menagis bersama. Entah apa yang ditangisi, tapi mata itu merekam segala yang sulit diceritakan. Hatiku banjir, jiwaku limbung diterpa segorombolan nostalgia.

Bulir-bulir gelisah yang meletup-letup kecil dalam hatiku adalah hal yang sulit untuk dipungkiri. Aku seperti mengenal senyum yang terpapar dihadapan wajahku ini, sebuah kehangatan yang hadir di malam yang diguyur hujan lebat dengan durasi hebat. Senyum yang membuatku gagap untuk memilih aksara mana yang hendak kutulis untuk mulai menceritakan keindahannya. Jika jatuh cinta pada sebuah senyuman adalah sebuah kesalahan, maka sebagian manusia di dunia ini akan menjadi orang bersalah karena mengagumi lukisan Mona Lisa yang lukis oleh Leonardo Da Vinci. Tapi betapa menyebalkan jika ternyata aku hanya sebatas sanggup mencintai sebuah senyuman yang hampir setiap hari lalu lalang di hadapan mataku.

Larut, malam semakin larut dan menyongsong dini hari. Kunang-kunang dengan cahaya temaram membawa cerita tersendiri tentang kawanannya yang gemar bermain air. Jelangkung lupa pulang dan tak ada yang sudi mengantar. Angin malam yang senyap diam-diam menyelundup kedalam sepi dan membisikkan kata: doa yang bersemayam dalam dada, putus asa yang ingin sirna, dan rindu yang tiba-tiba datang menjelma. Yang dari perasingan bergerak pulang walau dengan jinjingan kosong, dan yang dekat malah pergi ke perasingan. Ada yang saling mengasingkan, juga ada yang asing pada segala ragu yang malu-malu.

Jangan gemetar, aku baik-baik saja, walau sering tertunduk menahan keberanian yang lindap dibalik gagap. Jangan malu-malu karena aku lebih memalukan, sebagai lelaki aku tak berani memberi tegur untuk menyapa. Bahkan segala hingar yang ada terasa kurang bingar ketika kulihat sepasang langkah tepat di hadapan mataku merasukan sepi secara spontan. Aku tahu diam-diam kau mencuri pandang ke arahku, dan aku adalah perampas pandang yang ulung dari belakangmu. Dan sekali lagi, betapa menyebalkannya menjadi seorang lelaki yang pemalu sekaligus merangkap memalukan seperti diriku.










Count your age by friends,not years, count your life by smiles, not tears - Jhon Lennon










Thanks for reading... 

Minggu, 11 Mei 2014

Menyebalkan!

Aku mendengarnya, dua-tiga kali hujan mengetuk genteng kamarku. Empat-lima kali masih tak kuhiraukan, sampai akhirnya mereka berbondong-bondong menyerang kamarku: tempat segala yang tak terucapkan. Siapa yang tak menciumnya? Saat terik memanggang segala yang terhampar di atas bumi, tiba-tiba saja hujan datang melakukan agresi. Tanah yang kering dan ternganga menjadi saksinya, debu yang berhamburan lindap tak tersisa. Hujan sore ini, menyisakan bau bumi yang menenangkan isi kepala.

Waktu datang tanpa kenal batas, seribu bayang-bayang pulang saat hujan meneduhkan segala kerumitan yang hilir mudik melintas pikiran. Sejuta keindahan membuat kubangan di halaman rumah, dan buah-buah kesombongan gugur sebelum ranum. Jika bahagia adalah memutar waktu, aku akan sangat bahagia kembali pada masa delapan tahun yang lalu. Hidup tanpa beban pikiran yang tak masuk akal, belajar membaca Al-qur'an dan tajwid, tertawa riang tanpa takut ada yang merasa terganggu, bermain gitar dengan nada sumbang yang tak tahu malu, mengintip orang-orang pacaran, mencuri di kebun tetangga, memakai narkoba di tepi jalan, atau menjadi rebutan gadis-gadis yang gemar mencuri perhatian. Tapi waktu pergi tanpa meminta untuk diputar ulang, aku sudah tidak berada pada masa delapan tahun yang lalu lagi. Sekarang hidup dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit diterima oleh akal sehat, salah belok bisa saja terperosok ke dalam jurang. Ahh, namanya juga hidup, segala pilihan pasti memberikan resiko yang harus diterima, dan cita-cita setiap hari berubah semakin tak jelas, karena yang paling jelas cuma bunyi Idzhar.

Aku sudah melewati banyak masa, mengenal banyak orang, mempelajari beragam sifat manusia, mencicipi beberapa larangan, melewati banyak tantangan, memikul harapan, mendapatkan keajaiban yang nyata, dan hal-hal yang beberapa orang yang seuisaku (mungkin) belum pernah merasakannya. Kehidupan ini lebih nyata dari apa pun: tangis-tangis penyesalan, teriakan penuh bangga, senyum kemenangan, gegar kemarahan, keluh kelelahan, jerit keperihan, bahak para pembual, dan segilintir hal lainnya yang menjadi bukti bahwa hidup ini memang lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan. Setiap hal diposisikan tergantung pada tempat dan keadaan, jangan menyamakan semua hal seperti selembar kertas putih kosong yang bisa dipenuhi dengan tinta warna apa saja. Yang di gurun tak membutuhkan bahtera untuk melewati hamparan pasir yang membentang sepanjang mata, dan yang di samudera tak butuh unta untuk mencari dermaga. Semua hal di dunia ini sudah dipasangkan-pasangkan sesuai dengan yang kita butuhkan, sama seperti setiap pertanyaan sudah dipasangkan dengan jawaban. Kalian tahu betapa menyebalkannya berada disekililing orang-orang yang tak sepaham dengan isi kepala kita?












Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humanoria memang indah bila diucapkan para mahaguru---indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya. (Pangemanann, 39 - Pramoedya Ananta Toer)







Thanks for reading...