Minggu, 11 Mei 2014

Menyebalkan!

Aku mendengarnya, dua-tiga kali hujan mengetuk genteng kamarku. Empat-lima kali masih tak kuhiraukan, sampai akhirnya mereka berbondong-bondong menyerang kamarku: tempat segala yang tak terucapkan. Siapa yang tak menciumnya? Saat terik memanggang segala yang terhampar di atas bumi, tiba-tiba saja hujan datang melakukan agresi. Tanah yang kering dan ternganga menjadi saksinya, debu yang berhamburan lindap tak tersisa. Hujan sore ini, menyisakan bau bumi yang menenangkan isi kepala.

Waktu datang tanpa kenal batas, seribu bayang-bayang pulang saat hujan meneduhkan segala kerumitan yang hilir mudik melintas pikiran. Sejuta keindahan membuat kubangan di halaman rumah, dan buah-buah kesombongan gugur sebelum ranum. Jika bahagia adalah memutar waktu, aku akan sangat bahagia kembali pada masa delapan tahun yang lalu. Hidup tanpa beban pikiran yang tak masuk akal, belajar membaca Al-qur'an dan tajwid, tertawa riang tanpa takut ada yang merasa terganggu, bermain gitar dengan nada sumbang yang tak tahu malu, mengintip orang-orang pacaran, mencuri di kebun tetangga, memakai narkoba di tepi jalan, atau menjadi rebutan gadis-gadis yang gemar mencuri perhatian. Tapi waktu pergi tanpa meminta untuk diputar ulang, aku sudah tidak berada pada masa delapan tahun yang lalu lagi. Sekarang hidup dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit diterima oleh akal sehat, salah belok bisa saja terperosok ke dalam jurang. Ahh, namanya juga hidup, segala pilihan pasti memberikan resiko yang harus diterima, dan cita-cita setiap hari berubah semakin tak jelas, karena yang paling jelas cuma bunyi Idzhar.

Aku sudah melewati banyak masa, mengenal banyak orang, mempelajari beragam sifat manusia, mencicipi beberapa larangan, melewati banyak tantangan, memikul harapan, mendapatkan keajaiban yang nyata, dan hal-hal yang beberapa orang yang seuisaku (mungkin) belum pernah merasakannya. Kehidupan ini lebih nyata dari apa pun: tangis-tangis penyesalan, teriakan penuh bangga, senyum kemenangan, gegar kemarahan, keluh kelelahan, jerit keperihan, bahak para pembual, dan segilintir hal lainnya yang menjadi bukti bahwa hidup ini memang lebih nyata daripada pendapat siapa pun tentang kenyataan. Setiap hal diposisikan tergantung pada tempat dan keadaan, jangan menyamakan semua hal seperti selembar kertas putih kosong yang bisa dipenuhi dengan tinta warna apa saja. Yang di gurun tak membutuhkan bahtera untuk melewati hamparan pasir yang membentang sepanjang mata, dan yang di samudera tak butuh unta untuk mencari dermaga. Semua hal di dunia ini sudah dipasangkan-pasangkan sesuai dengan yang kita butuhkan, sama seperti setiap pertanyaan sudah dipasangkan dengan jawaban. Kalian tahu betapa menyebalkannya berada disekililing orang-orang yang tak sepaham dengan isi kepala kita?












Nilai yang diwariskan oleh kemanusiaan hanya untuk mereka yang mengerti dan membutuhkan. Humanoria memang indah bila diucapkan para mahaguru---indah pula didengar oleh mahasiswa berbakat dan toh menyebalkan bagi mahasiswa-mahasiswa bebal. Berbahagialah kalian, mahasiswa bebal, karena kalian dibenarkan berbuat segala-galanya. (Pangemanann, 39 - Pramoedya Ananta Toer)







Thanks for reading...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar