Sabtu, 09 Agustus 2014

Buka Mata Lo!

"Buka mata lo!" Ahh, seperti aku bisa membuka mataku saja saat mengirim kalimat itu pada seseorang yang sedang ingin bercerita tentang hal yang tak ingin aku dengar sama sekali.

Selasa dini hari tiba-tiba saja handphone-ku bergetar, setan mana yang masih bermain handphone lebih dari jam 2 pagi? Kuntilanak yang terserang insomnia pun pasti sedang mencoba memejam-mejamkan matanya. Orang yang terserang diare akut pun pasti sudah tertidur pulas di atas closed dengan sangat nyenyak. Tapi handphone-ku masih sanggup menerima pesan singkat yang datang lewat BBM, dan aku masih membalasanya. Penerima dan pengirim pesan terjebak dalam situasi yang sama, yang lebih buruk daripada kuntilanak yang insomnia dan orang yang terserang diare akut. Menyedihkan, sungguh.

Dalam sebuah buku, Sudjiwo Tedjo pernah menuliskan kalimat tentang pekerjaan yang paling sia-sia di muka bumi ini adalah memberi nasihat kepada orang yang sedang jatuh cinta yang diucapkan oleh sosok Semar. Semenjak membaca itu aku tak sekali pun pernah mencoba lagi menasihati orang yang, anggap saja, curhat kepadaku tentang jatuh cinta. Aku mengamini apa yang Sudjiwo Tedjo tuliskan dalam bukunya. Karena memang harus diakui, jatuh cinta adalah sebuah fenomena gila. Bahkan, dalam lirik lagu Karya Gomboh ditembangkan jika cinta sudah melekat tai kucing pun rasa cokelat. Gambaran kegilaan jatuh cinta yang dilantunkan oleh Gombloh di dalam lagunya sebenarnya masih kurang gila, karena pada kenyataannya banyak yang sanggup saling bunuh demi cinta, bahkan ada yang rela bunuh diri. Akal sehat sudah terpendam oleh cinta yang sebenarnya tak bisa dipakai untuk membayar bakwan. Gila!

Secara rasional jatuh cinta hanya sanggup menghasilkan dua buah sensasi. Yang pertama adalah sensasi kebahagiaan mengkhayal, dimana otak bebas bereksperimen untuk membuat skenario tentang kejadian-kejadian indah yang pada kenyataannya tak pernah terjadi. Khayalan yang tak akan pernah menjadi kenyataan sama sekali, karena yang dikhayalkan adalah hal yang tak sanggup untuk dilakukan. Yang kedua adalah kekecewaan, kecewa karena ternyata si dia tak sesuai dengan apa yang dikhayalkan. Sesederhana itu saja sebenarnya.

"Buka mata lo!" Sekarang aku mengucapkannya untuk diriku sendiri agar tak terlalu banyak menaruh ekspetasi dan tak terlalu sering mengkhayal tentang hal-hal yang pada kenyataannya (mungkin) tak akan terjadi.





Berbuat sebaik mungkin pada tempat kita berdiri saat ini, bukankah itu yang dimanakan realistis?







Thanks for reading... 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar