Jumat, 22 Agustus 2014

Kapan?

Dari Arif untuk kawan


Aku pikir aku sudah jadi mahluk yang sangat bersyukur terhadap Tuhan-ku. Aku dirikan sholat lima waktu dan selalu menyebut-nyebut nama Tuhan-ku setiap waktu. Aku minum kopi setiap waktu untuk memuji-muji betapa Tuhan telah memberikan nikmat yang tiada bandingannya untukku. Nah, kok kopi? Ya kan bersyukur itu bisa dengan cara apa saja tho.

Aku sedang tidak menjadi diriku ketika menulis ini, saat ragaku ditumpuki berbagai jiwa yang menetap di dalamnya, isi kepalaku sedang menjelma jadi seseorang yang menjadi sumber penulisan ini. Ahh, aku tahu, kalian pasti tak mengertikan? Aku jamin sampai kalian jungkir balik dan membuka semua buku yang dijual di Gramedia atau Toko Gunung Agung atau tukang duplikat buku di Pasar Senen kalian tetap tak akan mengerti, kecuali kalian mempelajarinya. Sombong ya? Sebenernya engga sombong sih, cuma ya faktanya memang seperti itu.

Pernah mendapatkan pertanyaan 'kapan' menohok dirimu? Misalkan kapan nikah saat lebaran? Kapan lulus kuliah saat indeks prestasi sedang terjun bebas? Kapan traktir gw? Padahal lagi kere-kerenya. Kapan punya pacar? Padahal baru ditinggal gebetan nonton sama pacar barunya. Atau kapan nembak aku? belum pernah ada sih ya buat pertanyaan terakhir itu. Pertanyaan-pertanyaan itu hampir pasti menimpa siapa saja, dan untuk pertanyaan terakhir adalah pengecualian, hanya orang-orang beruntung yang mendapatkan pertanyaan seperti itu, dan aku tidak termasuk.

Suatu hari aku bertanya kepada Tuhan dengan menggunakan pertanyaan kapan. Tuhan, kapan aku bisa seperti mereka? Lalu Tuhan mejawab bahwa aku tak perlu menjadi seperti mereka untuk menjadi diriku sendiri, hidupku sudah lebih baik daripada orang lain. Aku yakin itu, karena hanya keyakinan yang menjadikan orang lain selalu lebih baik daripada yang lainnya. Maka tak heran banyak yang saling silih pendapat hanya karena keyakinan,padahal apa pun keyakinan kita tho pada akhirnya kita akan kembali ke tempat yang sama, pemakaman.

'Kapan' sebuah pertanyaan yang sampai sekarang belum selesai dipertanyakan. Aku selalu mempertanyakan ini kepada Tuhanku dalam sela-sela doaku. Bukan karena belum terjawab, tapi pertanyaan 'kapan' itu kembali muncul dengan arti yang lain setelah pertanyaan 'kapan' yang lebih dulu dipertanyakan terjawab, . Aku berterimakasih kepada Tuhan-ku karena selalu menjawab pertanyaan 'kapan' itu untukku, walaupun setelah Tuhan menjawabnya aku selalu memberikan lagi pertanyaan yang sama. Sekarang aku sadar ternyata aku termasuk orang yang serakah dan selalu banyak maunya. Maafkan aku Tuhan aku belum bisa menyeimbangkan permintaanku dengan kewajibanku. Aku terlalu banyak mengeluh dibandingkan beribadah kedapaMu.

Ternyata pikiranku salah, aku pikir aku sudah sangat bersyukur dengan mendirikan sholat lima waktu dan menyebut-nyebut nama Tuhan-ku setiap waktu. Ternyata ohh ternyata, yang paling benar adalah kopi itu baru terasa nikmat jika diiringi dengan rokok. Tapi bukankah hakekat seorang hamba adalah meminta kepada Tuhan-nya?





Aku mungkin bisa menjadi orang lain dipersimpangan jalan, tapi tidak dihadapan Tuhan





Thanks for reading... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar