Ingin kupatahkan jarum jam.
Ini waktu tak sanggup aku menunggu.
Ini waktu tak sudi aku menunggu.
Ingin kupatahkan jarum jam.
Ini waktu kuharap tak lagi mengganggu.
Ini waktu harusnya aku tak lagi menunggu.
Ingin kupatahkan jarum jam.
Ingin sekali kupatahkan, agar tak ada lagi harapan.
Ingin kupatahkan jarum jam.
Ingin kutusukan saja dimatamu, ingin sekali.
Darah menyembur kabur dari matamu.
Sakit, kamu merasa sakit.
Itulah sakitku menunggumu bersama jarum jam yang ingin kupatahkan.
Senin, 27 Agustus 2012
Tiba-Tiba
Tiba-tiba jatuh cinta.
Tiba-tiba
Tiba-tiba jarum jam berhenti.
Tiba-tiba
Malam tiba-tiba hening.
Embun tiba-tiba membasah.
Dingin, tiba-tiba aku menggigil.
Tiba-tiba.
Hilang, tiba-tiba kau hilang.
Tiba-tiba sepi lagi.
Tiba-tiba.
Sadar, tiba-tiba aku sendiri.
Tiba-tiba aku patah hati.
Padahal tadi tiba-tiba aku jatuh cinta.
Sekarang tiba-tiba patah hati.
Tiba-tiba
Tiba-tiba jarum jam berhenti.
Tiba-tiba
Malam tiba-tiba hening.
Embun tiba-tiba membasah.
Dingin, tiba-tiba aku menggigil.
Tiba-tiba.
Hilang, tiba-tiba kau hilang.
Tiba-tiba sepi lagi.
Tiba-tiba.
Sadar, tiba-tiba aku sendiri.
Tiba-tiba aku patah hati.
Padahal tadi tiba-tiba aku jatuh cinta.
Sekarang tiba-tiba patah hati.
Jumat, 24 Agustus 2012
Bujang
Bujangan. Itu adalah status tradisional untuk seorang lelaki yang belum menikah di Indonesia. Sedangkan bujang adalah sebutan untuk lelaki yang masih bujangan. Bujang terdiri dari beberapa versi menurut kamus besar bujang yang aku ciptakan. Ini adalah salah satu kesintinganku. Memisahkan golongan bujang sesuai dengan tingkah prilaku kesehariannya.
Bujang yang setiap malam memilih gadis cantik di dalam album photo teman jejaring sosialnya. Kemudian setiap pagi dia membayangkannya sambil bermalas-malasan di tempat tidur. Kegiatan itu terus berlanjut setiap hari karena statusnya sebagai seorang pengangguran - Bujang sinting tingkat 1.
Bujang yang setiap hari membeli saldo pulsa untuk mengirimi pesan teman-teman gadisnya. Tanpa peduli gadis itu suka atau tidak dia kirimi pesan. Tanpa peduli gadis itu sedang sakit atau tidak. Tanpa peduli gadis itu sudah memiliki pacar atau tidak - Bujang sinting tingkat 2.
Bujang yang selalu nongkrong di warung kopi setiap sore untuk melihat gadis-gadis lewat di jalanan. Tanpa peduli punya uang atau tidak untuk membayar kopi. Tanpa peduli gadis itu meliriknya atau tidak. Tanpa peduli ibunya mengomel karena tak ada yang membantu pekerjaan rumahnya - Bujang sinting tingkat 3.
Bujang yang menyukai gadis-gadis cantik tanpa sadar rupanya jelek. Tapi tetap saja berjuang walau sudah ditolak berkali-kali oleh gadis yang sama - Bujang sinting tingkat 4.
Bujang yang setiap hari kerjaannya melamunkan gadis cantik. Lalu berpacaran di dalam lamunannya. Bertengkar dan putus cinta di dalam lamunannya pula. Tetapi menggalau dan patah hati di dalam kehidupan sadarnya - Bujang sinting tingkat 5.
Bujang yang tak pernah pacaran tetapi selalu patah hati jika melihat orang berpacaran - Bujang sinting tingkat 6.
Bujang yang setiap mau tidur selalu berkhayal punya seoarang kekasih cantik dan dengan mudahnya dapat kekasih lagi setelah putus - Bujang sinting tingkat 7.
Bujang yang selalu mendekati dan menyukai kekasih temannya yang terlihat cantik menurut penglihatannya - Bujang sinting tingkat 8.
Bujang yang lebih suka berkumpul dengan teman-temannya daripada mencari calon kekasih, padahal usianya sudah diatas 30 tahun - Bujang sinting tingkat 9.
Bujang yang menyukai gadis yang tak suka lelaki - Bujang sinting tingkat 10.
Bujang yang menyukai istri orang lain - Bujang sinting tingkat 11.
Bujang yang tak mempunyai kekasih. Tetapi tak berusaha mencarinya. Kerjaannya hanya menulis dan mencari tema baru untuk tulisannya. Setiap hari menulis puisi berharap ada gadis yang menyukainya karena puisinya - Bujang sinting tingkat 12.
Maka semakin tinggi tingkatannya, semakin sinting pula bujang itu. Ide pemisahan tingkat sinting bujang ini aku dapatkan saat melamun di warung kopi. Kebetulan hampir sembilan puluh persen teman-teman warung kopiku bujang.
Mungkin pemisahan bujang menurut tingkat sintingnya adalah salah satu efek dari terlalu lama aku tak memiliki kekasih. Dan aku termasuk pengidap bujang sinting tingkat 12. Tingkatan bujang sinting paling tinggi, bahkan dalam tingkatan yang aku buat sendiri. Terkadang hidup membujang itu memang cukup sinting dan kejam untuk kita jalani.
Bujang yang setiap malam memilih gadis cantik di dalam album photo teman jejaring sosialnya. Kemudian setiap pagi dia membayangkannya sambil bermalas-malasan di tempat tidur. Kegiatan itu terus berlanjut setiap hari karena statusnya sebagai seorang pengangguran - Bujang sinting tingkat 1.
Bujang yang setiap hari membeli saldo pulsa untuk mengirimi pesan teman-teman gadisnya. Tanpa peduli gadis itu suka atau tidak dia kirimi pesan. Tanpa peduli gadis itu sedang sakit atau tidak. Tanpa peduli gadis itu sudah memiliki pacar atau tidak - Bujang sinting tingkat 2.
Bujang yang selalu nongkrong di warung kopi setiap sore untuk melihat gadis-gadis lewat di jalanan. Tanpa peduli punya uang atau tidak untuk membayar kopi. Tanpa peduli gadis itu meliriknya atau tidak. Tanpa peduli ibunya mengomel karena tak ada yang membantu pekerjaan rumahnya - Bujang sinting tingkat 3.
Bujang yang menyukai gadis-gadis cantik tanpa sadar rupanya jelek. Tapi tetap saja berjuang walau sudah ditolak berkali-kali oleh gadis yang sama - Bujang sinting tingkat 4.
Bujang yang setiap hari kerjaannya melamunkan gadis cantik. Lalu berpacaran di dalam lamunannya. Bertengkar dan putus cinta di dalam lamunannya pula. Tetapi menggalau dan patah hati di dalam kehidupan sadarnya - Bujang sinting tingkat 5.
Bujang yang tak pernah pacaran tetapi selalu patah hati jika melihat orang berpacaran - Bujang sinting tingkat 6.
Bujang yang setiap mau tidur selalu berkhayal punya seoarang kekasih cantik dan dengan mudahnya dapat kekasih lagi setelah putus - Bujang sinting tingkat 7.
Bujang yang selalu mendekati dan menyukai kekasih temannya yang terlihat cantik menurut penglihatannya - Bujang sinting tingkat 8.
Bujang yang lebih suka berkumpul dengan teman-temannya daripada mencari calon kekasih, padahal usianya sudah diatas 30 tahun - Bujang sinting tingkat 9.
Bujang yang menyukai gadis yang tak suka lelaki - Bujang sinting tingkat 10.
Bujang yang menyukai istri orang lain - Bujang sinting tingkat 11.
Bujang yang tak mempunyai kekasih. Tetapi tak berusaha mencarinya. Kerjaannya hanya menulis dan mencari tema baru untuk tulisannya. Setiap hari menulis puisi berharap ada gadis yang menyukainya karena puisinya - Bujang sinting tingkat 12.
Maka semakin tinggi tingkatannya, semakin sinting pula bujang itu. Ide pemisahan tingkat sinting bujang ini aku dapatkan saat melamun di warung kopi. Kebetulan hampir sembilan puluh persen teman-teman warung kopiku bujang.
Mungkin pemisahan bujang menurut tingkat sintingnya adalah salah satu efek dari terlalu lama aku tak memiliki kekasih. Dan aku termasuk pengidap bujang sinting tingkat 12. Tingkatan bujang sinting paling tinggi, bahkan dalam tingkatan yang aku buat sendiri. Terkadang hidup membujang itu memang cukup sinting dan kejam untuk kita jalani.
Selasa, 21 Agustus 2012
Gadis Kantin Sekolah
Jatuh cinta, dulu itu menjadi kata yang sangat asing untukku. Aku enggan sekali membayangkan ada sesosok manusia berambut panjang, dengan dada menonjol dan berbokong semok mengisi hari-hariku. Aku mungkin tak akan rela membagi waktu bersenang-senang dengan mahluk seperti mereka. Rumit, ya wanita itu mahluk yang sangat rumit menurut pendapatku saat itu.
Wanita itu tak se-simple model kerudungnya. Itu adalah filosofi abadi yang sampai saat ini masih aku tanamkan dalam batin. Siapa pun yang bilang wanita itu simple berati belum pernah merasakan bagaimana rasanya menemani wanita yang sedang menawar harga disebuah toko. Bahkan untuk perkara seribu lima ratus rupiah, mereka rela sampai harus bercucuran keringat dan urat leher menonjol keluar seperti atlet angkat besi di tournament olimpiade.
Dulu aku adalah lelaki yang paling tidak peduli dengan wanita. Katakanlah aku tidak peka terhadap mereka. Dari sekian gadis yang menyukaiku, tak satupun terpikirkan untuk aku jadikan kekasih. Wanita itu penuh dengan seribu aturan. Bahkan mereka sangat memperhatikan cara mereka berjalan agar dilirik oleh kaum lelaki.
Aku beranggapan bahwa wanita pastilah mahluk yang sangat membosankan. Pasti mereka akan protes kalau rambutku berantakan. Mulutnya tak berhenti mendumel kalau warna sepatuku kurang mecing dengan warna baju. Atau yang paling menggelikan mereka pasti minta dinyanyikan lagu sendu sebelum tertidur. Kurang lebih seperti itulah analisaku dari sebuah film televisi yang aku saksikan setiap siang.
Tapi semua anggapan-anggapan aneh itu tiba-tiba hilang ditelan mentah-mentah bersama air liurku. Kala siang hari dikantin sekolah aku melihat seorang gadis yang sedang berjalan menuju sebuah warung es langgananku. Cantik, semua teman-temanku bahkan terpesona melihat kecantikannya. Maka sejak pagi itu aku robek semua kertas yang bertuliskan tentang kejanggalan wanita menurut versiku. Aku hapus doktrin-doktrin rumit wanita dari setiap inci sel otakku. Kini aku bersekongkol dengan perasaanku, aku berkoalisi dengannya untuk mengkampanyekan bahwa aku jatuh cinta.
Perasaanku lekas menerimanya. Dia tak mungkin berani melawan petuah dari tuannya ini. Ya aku jatuh cinta pada seorang gadis yang juga dikagumi oleh semua lelaki yang berada disekelilingku.
Tak pedulilah kalian hendak berkata apa dengan asumsi yang sudah aku utarakan sejak tadi tentang wanita. Bukankah manusia yang paling egois adalah manusia yang sedang jatuh cinta ? Jadi sekarang aku adalah manusia super egois.
Tak terbayangkan bagamana jadinya aku. Tak jatuh cinta pun aku sudah terlalu egois, kepala batu ibuku menyebutnya. Bagaimana jika ditambah dengan keegoisan jatuh cinta ? Mungkin aku sudah berubah menjadi sesosok manusia yang paling menyebalkan yang pernah kalian temui.
Sekarang aku jatuh cinta. Rasanya seperti terjun dari puncak mata air, lalu tenggelam dan berenang bersama ikan-ikan duyung. Lalu melambung dan terbaring di tengah hamparan taman bunga, dikelilingi kupu-kupu dan kenari yang bernyanyi-nyanyi memuja diriku.
Atau aku seperti sedang berada dipuncak eiffel dan tertiup angin sampai ke piramida di mesir. Kemudian berenang di sungai nill dan dikawal oleh buaya-buaya yang sudah takluk pada ketampananku. Kemudian aku terhempas ke Jaya Wijaya dan disambut oleh para penari di lembah Baliem.
Dan kalian pasti akan lebih mual jika aku teruskan gambaran tentang bagaimana rasanya aku jatuh cinta. Ini adalah kali pertama aku jatuh cinta. Ini adalah kali pertama aku merasakan hal yang paling indah yang pernah tuhan ciptakan. Ya, cinta sudah berbanding lurus dengan gila.
Senin, 20 Agustus 2012
Sinting
Sebatang rokok kini menjadi sahabat setiaku. Terjun dan terjatuh karena cinta mungkin biasa. Tapi sinting jika terpuruk sebelum jatuh dalam indahnya pelukan cinta.
Aku kini lebih syahdu menikmati rokok yang kuhisap daripada menikmati hidupku sendiri. Patah hati mungkin bukan hal yang tabu dalam percintaan. Tapi patah hati sebelum bercinta lebih hina daripada orang gila tak bercelana.
Aku termenung. Kini semua filososi tentang patah hati mencekik leherku. Menusuk kedua bola mataku. Merobek mulutku dengan belati yang tajamnya tak karuan. Aih, patah hati macam seperti ini lebih kejam dari film pembunuhan berantai, lebih kejam dari kasus mutilasi.
Patah hati adalah perasaan terumit yang pernah tuhan ciptakan. Rasanya bak menghujam jantung dengan palu panas. Mengikat hati dengan tali berduri. Lalu sebuah biji kedondong tersangkut ditenggorokan. Tapi patah hati macam itu tak jua mengurungkan niat manusia untuk jatuh cinta. Aku mungkin salah satu korban patah hati versi ini.
Aku sudah berulangkali jatuh cinta, mempunyai pacar lebih dari satu bukan lagi hal yang tabu untukku. Putus dengan kekasih pun sudah seperti permainan ringan dalam hidupku. Tak ada yang ganjil dan aneh lagi akan semua itu. Aku bisa pura-pura jatuh cinta hanya untuk sebuah taruhan konyol dengan temanku. Misalkan, jika aku bisa menjadikan gadis yang menolak temanku sebagai keasihku, aku akan diteraktir minum kopi selama setengah tahun. Cinta tak lebih nikmat dari kopi untuk perkara macam ini.
Tapi kini aku rasakan cinta begitu sangat kejam. Dia sudah bersekongkol dengan harapan untuk sebuah kepalsuan. Aku dibuatnya tertipu karena persekongkolan itu. Kini cinta sudah seperti pembunuh bayaran yang siap menyiksa siapa saja yang dikehendakinya. Cinta sudah berkamuplase dengan penderitaan.
Aku pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang nampak sangat mempesona. Tabiatnya terlihat baik bagi siapapun yang melihatnya. Rupanya tak membuat orang ragu untuk berkata cantik. Setelah sekian lama akhirnya aku tahu pula jika dia sedikit besar menaruh rasa pada diriku. Kisahku ini seperti film india tahun sembilan puluhan. Hanya sayang tak ada cerita bertabrakan di pasar dekat toko mainan, atau bermain sambil berlarian disekitar taman bunga di dekat pusat kota.
Usut punya usut, ternyata wanita itu berusaha mencintaiku hanya agar kekasihnya kembali lagi pada dirinya. Lelaki yang sudah tahunan berpacaran dengannya. Dan akhirnya lagu "sadis" yang dinyanyikan musisi indonesia nampak cocok untuk menjadi soundtrack cerita ini.
"Terlalu sadis caramu, menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku. Tega niannya caramu, menyingkirkan diriku dari percintaan ini agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku"
Setiapkali aku melewati toko kaset bajakan dekat rumah dan mendengar lagu itu, rasanya ingin sekali aku membakar toko itu. Menyiramnya dengan bensin lalu menyulutnya dengan api. Setelah hangus terbakar aku tertawa sambil terbahak-bahak. Tak jarang pula sesekali aku berdoa semoga toko kaset itu tak laku, lantas gulung tikar dan tak kudengar lagi lagu sadis yang berjudul "sadis" itu. Dan yang terkonyol adalah ketika aku berpikir kenapa tak kulaporkan saja bahwa toko itu telah melanggar hak cipta dengan membajak kaset-kaset para biduan. Lalu si tukang kaset dan barang dagangannya yang palsu itu diseret kekantor polisi, lalu dibui selama 10 tahun. Setelah keluar dari bui lagu sadis itu sudah tak laku lagi dipasaran, sehingga dia tak lagi memutar lagu itu dan menggantinya dengan lagu lain.
Pikiran-pikiran konyol itu sudah melekat erat di dalam kepalaku. Menghantui mimpi-mimpiku. Membayangi langkah-langkahku. Inikah yang dinamakan patah hati ? Sinting bukan main perasaan dan pikiran picik bercampur konyol seperti ini.
Aku kini lebih syahdu menikmati rokok yang kuhisap daripada menikmati hidupku sendiri. Patah hati mungkin bukan hal yang tabu dalam percintaan. Tapi patah hati sebelum bercinta lebih hina daripada orang gila tak bercelana.
Aku termenung. Kini semua filososi tentang patah hati mencekik leherku. Menusuk kedua bola mataku. Merobek mulutku dengan belati yang tajamnya tak karuan. Aih, patah hati macam seperti ini lebih kejam dari film pembunuhan berantai, lebih kejam dari kasus mutilasi.
Patah hati adalah perasaan terumit yang pernah tuhan ciptakan. Rasanya bak menghujam jantung dengan palu panas. Mengikat hati dengan tali berduri. Lalu sebuah biji kedondong tersangkut ditenggorokan. Tapi patah hati macam itu tak jua mengurungkan niat manusia untuk jatuh cinta. Aku mungkin salah satu korban patah hati versi ini.
Aku sudah berulangkali jatuh cinta, mempunyai pacar lebih dari satu bukan lagi hal yang tabu untukku. Putus dengan kekasih pun sudah seperti permainan ringan dalam hidupku. Tak ada yang ganjil dan aneh lagi akan semua itu. Aku bisa pura-pura jatuh cinta hanya untuk sebuah taruhan konyol dengan temanku. Misalkan, jika aku bisa menjadikan gadis yang menolak temanku sebagai keasihku, aku akan diteraktir minum kopi selama setengah tahun. Cinta tak lebih nikmat dari kopi untuk perkara macam ini.
Tapi kini aku rasakan cinta begitu sangat kejam. Dia sudah bersekongkol dengan harapan untuk sebuah kepalsuan. Aku dibuatnya tertipu karena persekongkolan itu. Kini cinta sudah seperti pembunuh bayaran yang siap menyiksa siapa saja yang dikehendakinya. Cinta sudah berkamuplase dengan penderitaan.
Aku pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang nampak sangat mempesona. Tabiatnya terlihat baik bagi siapapun yang melihatnya. Rupanya tak membuat orang ragu untuk berkata cantik. Setelah sekian lama akhirnya aku tahu pula jika dia sedikit besar menaruh rasa pada diriku. Kisahku ini seperti film india tahun sembilan puluhan. Hanya sayang tak ada cerita bertabrakan di pasar dekat toko mainan, atau bermain sambil berlarian disekitar taman bunga di dekat pusat kota.
Usut punya usut, ternyata wanita itu berusaha mencintaiku hanya agar kekasihnya kembali lagi pada dirinya. Lelaki yang sudah tahunan berpacaran dengannya. Dan akhirnya lagu "sadis" yang dinyanyikan musisi indonesia nampak cocok untuk menjadi soundtrack cerita ini.
"Terlalu sadis caramu, menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku. Tega niannya caramu, menyingkirkan diriku dari percintaan ini agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku"
Setiapkali aku melewati toko kaset bajakan dekat rumah dan mendengar lagu itu, rasanya ingin sekali aku membakar toko itu. Menyiramnya dengan bensin lalu menyulutnya dengan api. Setelah hangus terbakar aku tertawa sambil terbahak-bahak. Tak jarang pula sesekali aku berdoa semoga toko kaset itu tak laku, lantas gulung tikar dan tak kudengar lagi lagu sadis yang berjudul "sadis" itu. Dan yang terkonyol adalah ketika aku berpikir kenapa tak kulaporkan saja bahwa toko itu telah melanggar hak cipta dengan membajak kaset-kaset para biduan. Lalu si tukang kaset dan barang dagangannya yang palsu itu diseret kekantor polisi, lalu dibui selama 10 tahun. Setelah keluar dari bui lagu sadis itu sudah tak laku lagi dipasaran, sehingga dia tak lagi memutar lagu itu dan menggantinya dengan lagu lain.
Pikiran-pikiran konyol itu sudah melekat erat di dalam kepalaku. Menghantui mimpi-mimpiku. Membayangi langkah-langkahku. Inikah yang dinamakan patah hati ? Sinting bukan main perasaan dan pikiran picik bercampur konyol seperti ini.
Thanks for reading...........
Selasa, 14 Agustus 2012
Sepenggal Kisah Singkat
Aku lelaki yang baru akan menginjakan usianya di angka 20 tahun. Aku kadang bisa sangat menjadi dewasa, tapi akupun kadang tak ubahnya seperti anak remaja yang sedang puber. Labil dan tak menjadi aku dengan segala keegoisan dan pemikiran dewasanya.
Hanya satu orang yang mampu membuat aku menjadi lelaki labil. Dia; seseorang yang bolehlah jika aku menyebutnya mantan kekasihku. Sampai saat aku memvisualkan tulisan ini untuk kalian baca, dia adalah wanita terakhir yang pernah menjadi kekasihku.
Aku bisa jatuh cinta dengan wanita-wanita lainnya yang berkeliaran disana-sini. Tapi masih saja ada satu hal yang tak pernah aku mengerti. Ya, perasaanku kepadanya.
Tak ada satupun yang berubah dari perasaanku kepadanya. Aku seperti baik-baik saja dengannya. Sebelum semakin jauh aku bercerita, aku ingin menyampaikan pesan yang sangat penting untuk kalian. Aku sedang tidak menggalaukan tentang keadaan perasaanku. Aku hanya ingin mencari jawaban atas apa yang terjadi kepadaku.
Awal kisahku dengannya adalah ketika dengan kejamnya aku mengacuhkan kekasihku sebelum dia. Ia wanita dengan segala kualitas kewanitaan terbaik yang ada padanya. Hanya saja komunikasi kami sangatlah tidak efektif, sehingga terjadi kesalahan dalam penerjemahan kalimat ketika itu. Tiba-tiba dia datang, wanita yang aku ceritakan menjadi kekasih terakhirku. Dia datang membawa benih-benih segar untuk kutanam diantara taman cintaku. Tak kuasa menahan gejolak cinta yang semakin mendidih, akupun meninggalkan kekasihku saat itu. Aku sang nahkoda cinta, aku membelokan kapalku menuju pelabuhan baru yang sudah menantiku. Aku meninggalkan pelabuhan lamaku yang sudah lama pula menunggu kepulanganku. Aku menyakitinya dengan sangat kejam. Tanpa pisau kulukai ketulusannya, kutorehkan garis-garis kebencian dalam hatinya.
Hey..... Dunia ini milik kami, milik para lelaki, bisik keangkuhanku pada waktu itu.
Apakah cinta selalu kejam ?
Atau harga sebuah kebahagiaan harus selalu dibayar dengan luka ?
Itulah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang saat ini menghantuiku setiap malam.
Oh ya kapalku. Kini kapalku sudah memiliki pelabuhan baru. Dia berikan aku cinta yang aku anggap utuh. Dia berikan aku segalanya; kehangatan, ciuman, pelukan, perhatian, ketakutan, bahkan amarah.
Awalnya semua baik-baik saja. Awalnya semua terasa sempurna. Tapi perlahan aku pikir semakin hari semakin terlihat ada sebuah perubahan yang signifikan pada kepribadianku. Entah bagaimana aku bisa menuliskannya disni, tapi pada kenyataannya aku menjadi seperti seseorang yang tak memiliki pendirian. Aku kehilangan segala keegoisanku, kehilangan semua sifat kedewaanku, dan masih banyak lagi yang aku tak mengerti bagaimana cara menuliskannya.
Sampai akhirnya pelabuhan baruku bosan. Kayu-kayunya mulai keropos. Tiang-tiangnya tak lagi tegap. Dia membuat aku terpaksa membawa lagi kapalku untuk berlayar. Menjauhi dermaga tempat bersandar. Perlahan aku semakin menjauh, dan sampai saat ini belum lagi menemukan pelabuhan baru.
Ketika malam datang aku seperti melihat lampu mercu suar yang berkerlip. Kupikir itu adalah kode morse yang memintaku untuk kembali. Aku mendekat, tapi ternyata disana sudah ada kapal lain yang bersandar. Di deramaga tempat dahulu aku bersandar.
Aku melihatnya dari kejauhan. Pelabuhan yang pernah memaksaku berlayar kini semakin dewasa, semakin cantik, semakin menjadi indah. Namun sayang kapal lain telah bersandar disana.
Hey lihatlah !
Karma tak pernah menunggu orang mati.
Dulu aku sering berlabuh disana-sini, tapi kini pelabuhan yang aku anggap indah dermaganya telah disandari kapal lain.
Akupun memutuskan untuk berlayar lagi, namun naas tak ada satupun pelabuhan yang sanggup membuatku menepi dan bersandar di dermaganya. Pelabuhan indah itu bukan alasanku untuk tidak bersandar di tempat lain. Tapi ada sesuatu, sesuatu yang ganjil, sesuatu yang aneh, sesuatu yang aku tak tahu apa itu. Mengganjal hati dan pikiran, menyangkal logika dan perasaan.
Aku buyar. Aku larut. Aku limbung. Aku tenggelam kedasar lautan. Seperti adunan oralit yang semakin menyatu dengan H2O. Aku hampir transparan tanpa sebuah warna, bahkan tak mampu bermimikri ketika berada di taman bunga.
Ada hasrat untuk kembali bercinta. Tapi seketika sirna ketika kubayangkan bagaimana jika nanti aku menyakiti wanita yang menjadi kekasihku lagi ?
Bagaimana jika akhirnya aku harus menerima karmaku lagi ?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja mendengung di gendang telingaku, seketika dihantarkan oleh nervus vestibulokoklearis ke sistem limbik pada bagian tengah otakku.
Lalu aku menjadi seperti seorang yang traumatik. Apakah mungkin aku phobia terhadap cinta ?
Phobia terhadap cinta ? Itu hanya nama penyakit yang aku karang saja dalam pikiranku. Aku yakin tak ada phobia macam itu.
Suatu hari nanti aku akan jatuh cinta lagi. Suatu hari nanti akan ada seseorang wanita lagi yang mengaku kekasihku. Ahh suatu hari nanti.......... Aku sudah tak sabar menanti suatu hari nanti.
Hanya satu orang yang mampu membuat aku menjadi lelaki labil. Dia; seseorang yang bolehlah jika aku menyebutnya mantan kekasihku. Sampai saat aku memvisualkan tulisan ini untuk kalian baca, dia adalah wanita terakhir yang pernah menjadi kekasihku.
Aku bisa jatuh cinta dengan wanita-wanita lainnya yang berkeliaran disana-sini. Tapi masih saja ada satu hal yang tak pernah aku mengerti. Ya, perasaanku kepadanya.
Tak ada satupun yang berubah dari perasaanku kepadanya. Aku seperti baik-baik saja dengannya. Sebelum semakin jauh aku bercerita, aku ingin menyampaikan pesan yang sangat penting untuk kalian. Aku sedang tidak menggalaukan tentang keadaan perasaanku. Aku hanya ingin mencari jawaban atas apa yang terjadi kepadaku.
Awal kisahku dengannya adalah ketika dengan kejamnya aku mengacuhkan kekasihku sebelum dia. Ia wanita dengan segala kualitas kewanitaan terbaik yang ada padanya. Hanya saja komunikasi kami sangatlah tidak efektif, sehingga terjadi kesalahan dalam penerjemahan kalimat ketika itu. Tiba-tiba dia datang, wanita yang aku ceritakan menjadi kekasih terakhirku. Dia datang membawa benih-benih segar untuk kutanam diantara taman cintaku. Tak kuasa menahan gejolak cinta yang semakin mendidih, akupun meninggalkan kekasihku saat itu. Aku sang nahkoda cinta, aku membelokan kapalku menuju pelabuhan baru yang sudah menantiku. Aku meninggalkan pelabuhan lamaku yang sudah lama pula menunggu kepulanganku. Aku menyakitinya dengan sangat kejam. Tanpa pisau kulukai ketulusannya, kutorehkan garis-garis kebencian dalam hatinya.
Hey..... Dunia ini milik kami, milik para lelaki, bisik keangkuhanku pada waktu itu.
Apakah cinta selalu kejam ?
Atau harga sebuah kebahagiaan harus selalu dibayar dengan luka ?
Itulah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang saat ini menghantuiku setiap malam.
Oh ya kapalku. Kini kapalku sudah memiliki pelabuhan baru. Dia berikan aku cinta yang aku anggap utuh. Dia berikan aku segalanya; kehangatan, ciuman, pelukan, perhatian, ketakutan, bahkan amarah.
Awalnya semua baik-baik saja. Awalnya semua terasa sempurna. Tapi perlahan aku pikir semakin hari semakin terlihat ada sebuah perubahan yang signifikan pada kepribadianku. Entah bagaimana aku bisa menuliskannya disni, tapi pada kenyataannya aku menjadi seperti seseorang yang tak memiliki pendirian. Aku kehilangan segala keegoisanku, kehilangan semua sifat kedewaanku, dan masih banyak lagi yang aku tak mengerti bagaimana cara menuliskannya.
Sampai akhirnya pelabuhan baruku bosan. Kayu-kayunya mulai keropos. Tiang-tiangnya tak lagi tegap. Dia membuat aku terpaksa membawa lagi kapalku untuk berlayar. Menjauhi dermaga tempat bersandar. Perlahan aku semakin menjauh, dan sampai saat ini belum lagi menemukan pelabuhan baru.
Ketika malam datang aku seperti melihat lampu mercu suar yang berkerlip. Kupikir itu adalah kode morse yang memintaku untuk kembali. Aku mendekat, tapi ternyata disana sudah ada kapal lain yang bersandar. Di deramaga tempat dahulu aku bersandar.
Aku melihatnya dari kejauhan. Pelabuhan yang pernah memaksaku berlayar kini semakin dewasa, semakin cantik, semakin menjadi indah. Namun sayang kapal lain telah bersandar disana.
Hey lihatlah !
Karma tak pernah menunggu orang mati.
Dulu aku sering berlabuh disana-sini, tapi kini pelabuhan yang aku anggap indah dermaganya telah disandari kapal lain.
Akupun memutuskan untuk berlayar lagi, namun naas tak ada satupun pelabuhan yang sanggup membuatku menepi dan bersandar di dermaganya. Pelabuhan indah itu bukan alasanku untuk tidak bersandar di tempat lain. Tapi ada sesuatu, sesuatu yang ganjil, sesuatu yang aneh, sesuatu yang aku tak tahu apa itu. Mengganjal hati dan pikiran, menyangkal logika dan perasaan.
Aku buyar. Aku larut. Aku limbung. Aku tenggelam kedasar lautan. Seperti adunan oralit yang semakin menyatu dengan H2O. Aku hampir transparan tanpa sebuah warna, bahkan tak mampu bermimikri ketika berada di taman bunga.
Ada hasrat untuk kembali bercinta. Tapi seketika sirna ketika kubayangkan bagaimana jika nanti aku menyakiti wanita yang menjadi kekasihku lagi ?
Bagaimana jika akhirnya aku harus menerima karmaku lagi ?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja mendengung di gendang telingaku, seketika dihantarkan oleh nervus vestibulokoklearis ke sistem limbik pada bagian tengah otakku.
Lalu aku menjadi seperti seorang yang traumatik. Apakah mungkin aku phobia terhadap cinta ?
Phobia terhadap cinta ? Itu hanya nama penyakit yang aku karang saja dalam pikiranku. Aku yakin tak ada phobia macam itu.
Suatu hari nanti aku akan jatuh cinta lagi. Suatu hari nanti akan ada seseorang wanita lagi yang mengaku kekasihku. Ahh suatu hari nanti.......... Aku sudah tak sabar menanti suatu hari nanti.
Thanks for reading........
Senin, 13 Agustus 2012
Dopamine
-Recycle karya Kevin Thompson-
Aku harus membenci diriku sendiri untuk beberapa hal.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk mudah menoleransi.
Bahkan untuk kesalahan yang tak dimaafkan.
Bahkan untuk satu niatan yang menyakitkan.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk terlalu memahami.
Mengiyakan tentang sains dan tentang dopamine.
Bagaimana mekanisme hormon bekerja.
Dan berkurang konstan setiap mengulang dengan orang yang sama.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk sangat mengerti.
Mengenal banyak perempuan dan membuat kesimpulan sendiri.
Seperti kata-kata yang sudah sering kudengar berkali-kali.
Dunia ini milik mereka, perempuan.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk menyalahkan diri sendiri.
Membenarkan dosa yang tidak seharusnya terjadi.
Menyacat diri saat sains tidak tersangkali.
Dan ilmu pengetahuan alam yang sedikit demi sedikit mulai kubenci.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk tidak mudah membenci.
Memaafkan kesalahan tak termaafkan.
Mendengar alasan ketika telinga tak ingin mendengar.
Dan bertahan ketika kupikir baru saja niatan.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk hanya diam.
Takut akan terjadi hal-hal di luar keinginan.
Pengecut akan menyucurnya tangisan.
Juga rasa tidak ingin membatasi yang menahan.
Namun bukankah seharusnya ada bagian selain dopamine yang mampu menahan.
Keinginan untuk bertahan atas hal-hal yang cukup membekas.
Satu bagian yang orang-orang bilang bernama perasaan.
Bolehkah aku menanyakan ?
Jika saja kamu berkenan.
Tapi apa mau dikata.
Terkadang yang terbaikpun tidak mampu bertahan.
Kamis, 09 Agustus 2012
Aku dan Dia (Kamu)
Dia bertanya tentang tulisan-tulisanku. Syair dan roman yang berisikan tentang kisahnya. Bukan. Ini kisahku, hanya saja dia menyusup dalam lekak-lekuk kehidupan butaku.
Bagaiman tidak buta ? Karena aku hanya dapat meraihnya dalam mimpi, dalam khayal, dan dalam kesendirianku.
Dia memang nyata, tapi tak nyata bentuk kehadirannya dalam hidupku.
Mencintainya memang sangatlah mudah, tapi mewujudkannya dalam bentuk kasat mata itulah yang menjadikan rumit setiap jemari-jemari yang menari indah di atas keyboard ini.
Ada hari saat aku duduk berdua bersamanya. Semua terasa seperti menjadi "kita". "Kita" yang hanya berisi aku dan dia tanpa ada orang lain di dalamnya.
Ketika dia sudah beranjak lagi dari sampingku semua terasa bukan lagi seperti "kita", tapi aku dan dia. Ya hanya aku dan dia yang bukanlah "kita".
Sudahlah lupakan sementara materi tentang "kita" yang aku sendiri masih pertimbangkan kabsahannya. bagaimana jika sekarang kalian simak lagi tentang kisahku.
Aku menari-nari lagi, tarian hanya aku sendiri yang tahu. Tarian yang penuh emosi; tarian kesedihan, tarian kesenangan, tarian cinta, tarian galau. Tarian yang melukiskan garis-garis yang sudah tuhan tetapkan dalam partitur takdir-takdir notasi kehidupan mahluknya.
Disinilah sanggarku, tempat aku melampiaskan dan menghembuskan setiap sari pati hidupku.
Sekali lagi tentangmu, tarian yang melukiskan tentangmu. Jika aku menari disanggarku, maka kamu terlelap dalam malammu. Sementara gelisahku terus meliuk-liuk bersama gemulai dan gontainya langkahku.
Disinilah aku, dibatasi tebing galau yang kau curamkan. Disanalah kamu, di dalam mimpi-mimpi menjelang pagiku.
Setiap ingin ku melangkah jurangmu semakin mendekat. Setiap ku coba teriak, gemingmu mengantarkan kembali suara itu kepadaku.
Sekali ini aku kalah, saat ini akulah yang salah. Terlalu mencintaimu yang belum tentu mencintaiku.
Lalu mereka menertawakanku dan tarianku dari kursi sanggar penonton. Sebelumnya tak pernah seperti ini, sebelumnya baik-baik saja. Tapi kharismaku tinggal cerita karenamu. Kali ini menghilang, semua jadi sia-sia.
Biarlah, biarlah, ku biarkan semuanya. Kini ku mencoba lagi merangkai aksara untukmu. Semoga aksara-aksara ini bisa menarikmu kedalam ruang-ruang kosong jiwaku, sehingga semuanya bisa kembali menjadi normal lagi. Tarianku menarik lagi, kharismaku kembali lagi, dan tak ada tebing galau lagi antara kita berdua.
Bagaiman tidak buta ? Karena aku hanya dapat meraihnya dalam mimpi, dalam khayal, dan dalam kesendirianku.
Dia memang nyata, tapi tak nyata bentuk kehadirannya dalam hidupku.
Mencintainya memang sangatlah mudah, tapi mewujudkannya dalam bentuk kasat mata itulah yang menjadikan rumit setiap jemari-jemari yang menari indah di atas keyboard ini.
Ada hari saat aku duduk berdua bersamanya. Semua terasa seperti menjadi "kita". "Kita" yang hanya berisi aku dan dia tanpa ada orang lain di dalamnya.
Ketika dia sudah beranjak lagi dari sampingku semua terasa bukan lagi seperti "kita", tapi aku dan dia. Ya hanya aku dan dia yang bukanlah "kita".
Sudahlah lupakan sementara materi tentang "kita" yang aku sendiri masih pertimbangkan kabsahannya. bagaimana jika sekarang kalian simak lagi tentang kisahku.
Aku menari-nari lagi, tarian hanya aku sendiri yang tahu. Tarian yang penuh emosi; tarian kesedihan, tarian kesenangan, tarian cinta, tarian galau. Tarian yang melukiskan garis-garis yang sudah tuhan tetapkan dalam partitur takdir-takdir notasi kehidupan mahluknya.
Disinilah sanggarku, tempat aku melampiaskan dan menghembuskan setiap sari pati hidupku.
Sekali lagi tentangmu, tarian yang melukiskan tentangmu. Jika aku menari disanggarku, maka kamu terlelap dalam malammu. Sementara gelisahku terus meliuk-liuk bersama gemulai dan gontainya langkahku.
Disinilah aku, dibatasi tebing galau yang kau curamkan. Disanalah kamu, di dalam mimpi-mimpi menjelang pagiku.
Setiap ingin ku melangkah jurangmu semakin mendekat. Setiap ku coba teriak, gemingmu mengantarkan kembali suara itu kepadaku.
Sekali ini aku kalah, saat ini akulah yang salah. Terlalu mencintaimu yang belum tentu mencintaiku.
Lalu mereka menertawakanku dan tarianku dari kursi sanggar penonton. Sebelumnya tak pernah seperti ini, sebelumnya baik-baik saja. Tapi kharismaku tinggal cerita karenamu. Kali ini menghilang, semua jadi sia-sia.
Biarlah, biarlah, ku biarkan semuanya. Kini ku mencoba lagi merangkai aksara untukmu. Semoga aksara-aksara ini bisa menarikmu kedalam ruang-ruang kosong jiwaku, sehingga semuanya bisa kembali menjadi normal lagi. Tarianku menarik lagi, kharismaku kembali lagi, dan tak ada tebing galau lagi antara kita berdua.
Walau tak nyata, ku ingin kamu mengerti. Walau sederhana, ku rangkai kata-kata. Walau apa adanya, ku cinta puisi untukmu.
thanks for reading.....
Sabtu, 04 Agustus 2012
Perasaan Terakhir Untuknya
kau pikir ini tak konyol ?
Ini konyol sekali menurutku. Aku tak pernah mengerti tentang perasaanku kepadanya.
Saat aku berpikir aku tak mencintainya tapi ternyata ada rindu yang merasa harus terjawab.
Menyenangkan dapat bertemu dengannya 3 kali dalam 4 hari terakhir, walau aku tahu harganya sangatlah mahal untuk bertemu dengannya, it's okay girl.
Seandainya aku mampu, aku akan beli sepatumu setiap hari agar setiap hari juga aku bisa bertemu denganmu. Relax, itu hanyalah lintasan pikiran liar dan konyol yang pernah hinggap diotakku.
Aku sempat menolak kehadirannya dalam otakku, tapi kau tahu kawan hati lebih superior untuk urusan yang satu ini. Berulangkali menolaknya, tapi ketika bertemu kembali benteng yang sudah dibangun kokoh itupun hancur dalam hitungan nano second. Menyedihkan bukan untuk penilaian sebuah perjuangan yang dilakukan dengan susah payah.
Tapi dia, ku rasa dia masih saja menyimpan rasa untuk lelaki itu. Akupun sama masih saja menyimpan rasa untuknya yang belum tentu bisa mencintaiku. Ah, ini kisah terlalu picisan untukku, tapi apa hendak dikata cintapun sudah melekat bak perangko di atas anplov, jika dilepas sudah tak bisa lagi digunakan di anplov yang lain.
Yang masih ku ingat dari sisa-sisa pertemuanku adalah, kami bercanda ria bersama disebuah warung kopi yang selalu aku singgahi. Lalu dia berkata "hari Senin aku uda berangkat kuliah loh" "oh ya ?" aku sempat terkejut, tapi langsung merapihkan lagi garis mukaku yang sepertinya sempat menyimpan rasa takut kehilangan. Aku hanya tak ingin dia tahu aku mencintainya, karena ini tak adil untuk aku, dia, dan lelaki itu.
Saat terakhir dia sudah bersiap untuk pulang, aku masih sempat ingin meyakinkan dia untuk tinggal saja disini karena masih ada aku yang akan mencintainya "uda sih gak usah berangkat, nanti 3 bulan minta pulang" gaya bicaraku memang seperti menghasutnya, tapi cuma itu kata terbaik yang bisa aku ucapkan untuk meyakinkan dia bahwa aku mencintainya. Perkataan yang konyol bukan ?
Lalu diapun sempat menjawabnya "jangan gitu dong, kasihan tau ibuku" "iya gak kok" "aku kan mau jadi orang jawa, mau nyari pacar orang sana, makannya ke jawa lagi" kau tahu kawan, sebenarnya aku tak bisa menolak untuk menerima tawarannya yang mengajakku kembali ke tanah jawa tengah, aku juga sudah cinta tanah itu, tanah yang penuh kedamaian, tanah yang penuh kenangan untukku.
Kata terakhir yang aku bisa katakan padanya hanyalah "nanti aku mau ke solo, aku mau main kesana ditempat aku kuliah dulu".
Ini konyol sekali menurutku. Aku tak pernah mengerti tentang perasaanku kepadanya.
Saat aku berpikir aku tak mencintainya tapi ternyata ada rindu yang merasa harus terjawab.
Menyenangkan dapat bertemu dengannya 3 kali dalam 4 hari terakhir, walau aku tahu harganya sangatlah mahal untuk bertemu dengannya, it's okay girl.
Seandainya aku mampu, aku akan beli sepatumu setiap hari agar setiap hari juga aku bisa bertemu denganmu. Relax, itu hanyalah lintasan pikiran liar dan konyol yang pernah hinggap diotakku.
Aku sempat menolak kehadirannya dalam otakku, tapi kau tahu kawan hati lebih superior untuk urusan yang satu ini. Berulangkali menolaknya, tapi ketika bertemu kembali benteng yang sudah dibangun kokoh itupun hancur dalam hitungan nano second. Menyedihkan bukan untuk penilaian sebuah perjuangan yang dilakukan dengan susah payah.
Tapi dia, ku rasa dia masih saja menyimpan rasa untuk lelaki itu. Akupun sama masih saja menyimpan rasa untuknya yang belum tentu bisa mencintaiku. Ah, ini kisah terlalu picisan untukku, tapi apa hendak dikata cintapun sudah melekat bak perangko di atas anplov, jika dilepas sudah tak bisa lagi digunakan di anplov yang lain.
Yang masih ku ingat dari sisa-sisa pertemuanku adalah, kami bercanda ria bersama disebuah warung kopi yang selalu aku singgahi. Lalu dia berkata "hari Senin aku uda berangkat kuliah loh" "oh ya ?" aku sempat terkejut, tapi langsung merapihkan lagi garis mukaku yang sepertinya sempat menyimpan rasa takut kehilangan. Aku hanya tak ingin dia tahu aku mencintainya, karena ini tak adil untuk aku, dia, dan lelaki itu.
Saat terakhir dia sudah bersiap untuk pulang, aku masih sempat ingin meyakinkan dia untuk tinggal saja disini karena masih ada aku yang akan mencintainya "uda sih gak usah berangkat, nanti 3 bulan minta pulang" gaya bicaraku memang seperti menghasutnya, tapi cuma itu kata terbaik yang bisa aku ucapkan untuk meyakinkan dia bahwa aku mencintainya. Perkataan yang konyol bukan ?
Lalu diapun sempat menjawabnya "jangan gitu dong, kasihan tau ibuku" "iya gak kok" "aku kan mau jadi orang jawa, mau nyari pacar orang sana, makannya ke jawa lagi" kau tahu kawan, sebenarnya aku tak bisa menolak untuk menerima tawarannya yang mengajakku kembali ke tanah jawa tengah, aku juga sudah cinta tanah itu, tanah yang penuh kedamaian, tanah yang penuh kenangan untukku.
Kata terakhir yang aku bisa katakan padanya hanyalah "nanti aku mau ke solo, aku mau main kesana ditempat aku kuliah dulu".
Merinduimu perlahan.. Menggenggam nada.. Kemudian senyum yang tak bisa kita artikan
Thanks for reading .....
Langganan:
Postingan (Atom)