Aku kini lebih syahdu menikmati rokok yang kuhisap daripada menikmati hidupku sendiri. Patah hati mungkin bukan hal yang tabu dalam percintaan. Tapi patah hati sebelum bercinta lebih hina daripada orang gila tak bercelana.
Aku termenung. Kini semua filososi tentang patah hati mencekik leherku. Menusuk kedua bola mataku. Merobek mulutku dengan belati yang tajamnya tak karuan. Aih, patah hati macam seperti ini lebih kejam dari film pembunuhan berantai, lebih kejam dari kasus mutilasi.
Patah hati adalah perasaan terumit yang pernah tuhan ciptakan. Rasanya bak menghujam jantung dengan palu panas. Mengikat hati dengan tali berduri. Lalu sebuah biji kedondong tersangkut ditenggorokan. Tapi patah hati macam itu tak jua mengurungkan niat manusia untuk jatuh cinta. Aku mungkin salah satu korban patah hati versi ini.
Aku sudah berulangkali jatuh cinta, mempunyai pacar lebih dari satu bukan lagi hal yang tabu untukku. Putus dengan kekasih pun sudah seperti permainan ringan dalam hidupku. Tak ada yang ganjil dan aneh lagi akan semua itu. Aku bisa pura-pura jatuh cinta hanya untuk sebuah taruhan konyol dengan temanku. Misalkan, jika aku bisa menjadikan gadis yang menolak temanku sebagai keasihku, aku akan diteraktir minum kopi selama setengah tahun. Cinta tak lebih nikmat dari kopi untuk perkara macam ini.
Tapi kini aku rasakan cinta begitu sangat kejam. Dia sudah bersekongkol dengan harapan untuk sebuah kepalsuan. Aku dibuatnya tertipu karena persekongkolan itu. Kini cinta sudah seperti pembunuh bayaran yang siap menyiksa siapa saja yang dikehendakinya. Cinta sudah berkamuplase dengan penderitaan.
Aku pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang nampak sangat mempesona. Tabiatnya terlihat baik bagi siapapun yang melihatnya. Rupanya tak membuat orang ragu untuk berkata cantik. Setelah sekian lama akhirnya aku tahu pula jika dia sedikit besar menaruh rasa pada diriku. Kisahku ini seperti film india tahun sembilan puluhan. Hanya sayang tak ada cerita bertabrakan di pasar dekat toko mainan, atau bermain sambil berlarian disekitar taman bunga di dekat pusat kota.
Usut punya usut, ternyata wanita itu berusaha mencintaiku hanya agar kekasihnya kembali lagi pada dirinya. Lelaki yang sudah tahunan berpacaran dengannya. Dan akhirnya lagu "sadis" yang dinyanyikan musisi indonesia nampak cocok untuk menjadi soundtrack cerita ini.
"Terlalu sadis caramu, menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku. Tega niannya caramu, menyingkirkan diriku dari percintaan ini agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku"
Setiapkali aku melewati toko kaset bajakan dekat rumah dan mendengar lagu itu, rasanya ingin sekali aku membakar toko itu. Menyiramnya dengan bensin lalu menyulutnya dengan api. Setelah hangus terbakar aku tertawa sambil terbahak-bahak. Tak jarang pula sesekali aku berdoa semoga toko kaset itu tak laku, lantas gulung tikar dan tak kudengar lagi lagu sadis yang berjudul "sadis" itu. Dan yang terkonyol adalah ketika aku berpikir kenapa tak kulaporkan saja bahwa toko itu telah melanggar hak cipta dengan membajak kaset-kaset para biduan. Lalu si tukang kaset dan barang dagangannya yang palsu itu diseret kekantor polisi, lalu dibui selama 10 tahun. Setelah keluar dari bui lagu sadis itu sudah tak laku lagi dipasaran, sehingga dia tak lagi memutar lagu itu dan menggantinya dengan lagu lain.
Pikiran-pikiran konyol itu sudah melekat erat di dalam kepalaku. Menghantui mimpi-mimpiku. Membayangi langkah-langkahku. Inikah yang dinamakan patah hati ? Sinting bukan main perasaan dan pikiran picik bercampur konyol seperti ini.
Thanks for reading...........
Tidak ada komentar:
Posting Komentar