"Apa kabar?" Kataku pada diriku sendiri pada suatu hari. Aku dihampiri diriku sendiri dari masa laluku. Dibawakannya aku penggalan-penggalan waktu kala itu. Dua sosok yang sangat berbeda. Dia lebih muda, berambut rapih, berpakaian rapih, berkulit lebih putih, wajah lebih tampan, badan lebih gemuk tapi agak pendek. Secara fisik aku sekarang adalah kebalikan aku dimasa lalu. Aku lebih tua, rambutku sedikit berantakan, pakaian yang aku pakai sudah jarang sekali yang terlihat rapih, kulitku lebih hitam, wajah lebih kusam, berbadan kuntet tapi lebih tinggi. Aku dan masa laluku saling berhadapan.
"Kau sudah berubah yak, berbeda sekali dengan aku yang dulu. Kau juga sudah lama tak punya pacar, dan banyak menyendiri." Celotehnya dengan mata sombong dan agak sedikit dipicingkan. Harus diakui, sekarang wanita pasti berpikir dua kali untuk mengaku cinta padaku. Entahlah, mungkin kadar ketampananku sudah diambang garis akhir, dan hampir tak bisa terselamatkan lagi. "Untuk apa kau datang kesini? Menertawakan keadaanku? Ingin mengolok-ngolok dirimu sendiri yang sudah berbeda dengan masa lalu?" Timpalku dengan nada sedikit tinggi. "Belum berubah gaya bicaramu, masih sama sepertiku. Watakmu kah itu? Selalu berbicara dengan nada tinggi?" "Mungkin, kita adalah orang yang sama. Bedanya hanya aku adalah aku saat ini, dan kamu dari masa lalu. Kau belum jawab pertanyaanku?"
Secangkir kopi menjadi saksi perbincanganku dan aku dari masa laluku. Aku nyalakan sebatang rokok, dia mengikuti. Aku minum sedikit kopiku, dia ikut menyicipi. "Tak tahu diri, kenapa dia tak menyediakan kopi untuknya sendiri." Mungkin sebentar lagi kewarasanku akan khatam. Bebicara dengan diri sendiri bukanlah perkara yang bisa dimafhumi oleh semua orang. Perkara seperti ini mestinya tak boleh diketahui oleh orang lain, tapi aku kasihan pada kalian yang tingkat penasarannya sudah memasuki stadium empat. Jangan mati dulu sebelum penasaran kalian tuntas. Aku tak sudi dihantui kalian hanya untuk perkara seperti ini.
"Aku datang untuk melihat keadaanku saat ini. Ternyata banyak yang sudah berubah dariku, kecuali gaya bicara dengan nada tinggi itu. Sejujurnya aku sendiri tak suka mendengarnya." "Gerangan apakah yang sudah berubah? Maksudmu aku bertambah tua?" "Usia adalah hal yang patut disyukuri, semakin bertambah tua seharusnya kamu semakin bersyukur. Tuhan masih memeberikanmu kesempatan untuk terus berubah. Aku bangga melihatku saat ini." "Apa yang kau banggakan?" "Kau lihat dirimu sekarang? Kita berbeda walaupun kita dari orang yang sama. Aku kotor. kau lupakah masa lalumu? Terlalu banyak bersenang-senang, sampai lupa bahwa dunia hanyalah tempat yang fana. Kau lupakan kematian seakan hidupmu abadi, seakan dunia ini adalah tempatmu mengekspresikan semua kehendak liarmu." Aku tertunduk. Sesaat aku ingat kembali moment itu. "Kau lupa pada tugas yang Tuhan berikan. Padahal jelas-jelas Tuhan bersabda bahwa tidaklah Ia ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadanya. Kau munafik sekali melupakan semua itu. Walaupun dulu aku dililit oleh baju rapih tapi kau hancurkan hatimu pada Tuhanmu. Itu jauh lebih buruk daripada bajumu sekarang yang sudah mulai kusut" Aku mulai kedinginan. Menggigil seakan-seakan Malaikat Ijroil berada di atas ubun-ubunku. Aku ketakutan. "Beruntunglah dirimu saat ini, kau temukan lagi sahabat lama yang mengingatkanmu pada tugas-tugasmu di dunia. Beruntunglah kau sudah tak sepertiku yang hanya mengabdikan diri pada kefanaan dunia. Teruslah perbaiki dirimu agar selalu menjadi lebih baik dan baik lagi. Karena yang terdekat dengan manusia adalah kematian. Maka matilah dalam keadaan islam. Matilah dengan segala ampunan Tuhan." Aku tak berdaya mendengar semua itu. Mataku mulai menggenang, menahan air yang ingin menerjunkan diri dari situ yang menggantung dimuka. Dadaku sesak seperti terhimpit stalagtit dan stalagmit dosa-dosa masa silam. Gigilku resah, menimbang gelisah teringat kelakuan jalangku dimasa lalu.
Sesaat bukanlah abadi. Sebelum semakin lupa, dan semakin menjadi pendusta. Tuhan, izinkan aku kembali ke jalanMu. Tuntunlah aku ke tempat penghambaan terbaik. Ajarkan aku hal-hal yang akan menyelamatkanku dari murkaMu. Terimalah penghambaanku kepadamu ya Allah.
Ya Allah, jika ada bukit yang lebih tinggi dari sujud sebagai bentuk penghambaanku padaMu, biar kudaki untuk mendapatkan segala ridhoMu.
Thanks for reading....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar