Kehidupan ini adalah sanggar terbesar yang Tuhan ciptakan. Aku masih tak habis pikir tentang skenario semesta yang Tuhan tuliskan. Untuk sebuah niatan yang belum dipersiapkan dan keteguhan yang belum menemui titik pangkal. Aku seperti terombang-ambing di atas keinginanku sendiri. Sewaktu-waktu bisa limbung karena angin yang hilir mudik menerpa layar yang sudah berkibar. Tapi seperti yang Alan Watts katakan, Orang yang tulus adalah orang yang tahu dia memainkan adegan besar dan memainkannya dengan sungguh-sungguh.
Dihadapan secangkir kopi yang rela menemani pagi. Aku memutar-memutar lagi imajinasiku dan membongkar lipatan-lipatan waktu. Ajaibnya waktu, sesuatu yang biasa saja bisa diubahnya menjadi istimewa. Seperti ketuk sepatu yang setiap pagi aku tunggu-tunggu, atau riuhnya hujan yang selalu meninggalkan puisi-puisi yang mulai terasa hambar.
Aku tertegun disini, disuatu pagi yang meninggalkan jejak embun semalam di atas daun talas. Setetes embun yang gugup dan malu-malu. Tak tahu harus kemana. Tak pernah menolak mengikuti gerak. Ikhlas, sampai burung gereja datang meneguknya tak tersisa.
Aku meratapi diriku sendiri. Ingin rasanya sangat mengerti apa yang sedang terjadi, sampai-sampai aku kembali mempelajari hukum newton tentang mekanika klasik. Bagaimana gaya aksi-reaksi mempunyai besaran yang sama pada arah terbalik dan segaris.
Dimana benda A yang memberikan gaya sebesar F kepada benda B yang juga akan memberikan gaya sebesar -F kepada benda A. Hukum Newton Tiga itu terdengar sangat romantis. Apa yang kita berikan kepada orang lain akan dikembalikan lagi kepada kita, karena F dan -F mempunyai nilai yang sama, hanya saja arahnya yang berbeda. Jika saja memang benar seperti itu kenyataannya.
Hidup bukan hanya tentang aksi-reaksi, tapi hidup adalah lingkaran karma dan kodrat. Bagaimana Tuhan menentukan dan menggabungkan titik-titik tak terhingga agar saling terhimpit sampai menjadi sebuah garis. Lalu menghubungkan titik-titik tersebut dengan sebuah garis hingga menjadi sebidang lingkaran kehidupan.
Kepalaku semakin sesak dengan teori logika geometri dan Hukum Newton Tiga yang mulai semakin gila menjajah otakku. Semua kerumitan tentang teori itu tak lebih hanya untuk merumuskan apa yang orang-orang sebut perasaan. Tapi tak pernah cukup, tak pernah merasa puas dengan segala hukum-hukum dan logika yang ada.
Cinta, cinta, cinta, berapa juta kata yang sudah orang-orang rumuskan untuk hal itu? Untuk seseorang yang baru aku kenal. Untuk seutas senyum di bawah tangga. Untuk langkah sepatu yang aku tunggu-tunggu. Aku memvonis diriku sudah jatuh cinta pada wanita yang selalu sudi menyisihkan waktunya untuk ayat-ayat Al-qur'an. Pada wanita yang menjaga dirinya dengan berhijab.
Semuanya selalu indah untuk sekedar melihat. Selalu lebih mudah untuk tersenyum daripada berkata-kata. Rasa malu-malu yang tiba-tiba saja selalu ada dan entah dari mana asalnya. Kupandangi dia dengan pandangan kagum yang tak pernah lindap dalam hatiku sejak pertama kali bertemu. Ternyata tinggi badanku sedikit lebih tinggi darinya.
Pada saat ini aku tersadar. Semua teori-terori yang aku pelajari. Semua kata-kata rumit yang membuat aku berpikir keras dari pagi sampai malam hari adalah untuk ini. Untuk memvonis diriku sendiri telah jatuh cinta.
Thanks for reading...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar