Aku masih ingat saat kita bergelimang harta. Kita nikmati indahnya kesenagan dunia, kita menari indah diatas bara api neraka. Tarian itu hanya kita yang tahu, tarian itu hanya kita yang rasa, biarkan saja orang berkata apa, asal kita bisa menari sambil tertawa.
Kita lewati malam dengan penuh kecurigaan, bahkan mata kita lebih awas dari pada mata burung hantu yang mengawasi kita dari atas pohon besar di tengah kuburan. Telinga kita lebih peka dari pada telinga kucing yang mampu mendengar suara rumput yang bergesekan.
Usiaku masih 16 tahun saat itu, hanya berbeda 2 tahun dengan anak sulungmu, tapi kita menyatu menjadi rekan kerja walau usia jauh berbeda. Kau mengajarkanku pahitnya kehidupan, dan kau tunjukan pada ku indahnya kesenangan duniawi.
Aku sudah sangat puas dengan apa yang sudah kita lewati bersama, dan akhirnya aku memilih jalan untuk kembali menjadi insan yang lebih berbudi. Aku tinggalkan semua pekerjaan dan kegiatan yang menjadi kesenangan kita, aku tinggalkan kota kelahiranku demi sebuah perubahan yang membawaku dalam kebaikan. Lalu kau, kau pergi dengannya dan meneruskan semua itu. Aku tak meninggalkanmu begitu pula kau, kita hanya memilih jalan yang berbeda saat menemui sebuah persimpangan.
Sampai saat kita jumpa hari ini, aku mendengarnya sayup-sayup dari kata yang terucap dari mulutmu. Kata-kata itu masih menyimpan luka memar dari tinju yang kau terima berulang kali. Dan matamu, aku melihatnya walau kau coba menyembunyikannya, matamu masih menyimpan dendam yang tak tersampaikan.
Aku seperti dibawa kembali terbang ke masa lalu. Jika masa itu bisa ku ulang mungkin aku tak kan memisahkan diri dari persimpangan yang kita temui, aku akan mengikutimu dan mengajakmu memutar haluan ke dermaga persinggahanku saat ini.
Tapi penyesalan hanyalah penyesalan, tak setitikpun kita bisa mengubah apa yang telah terjadi. Sebagai manusia yang bergelut dengan dosa kita hanya mampu untuk memperbaikinya, lalu mengikuti jalan yang berarah ke istana surga yang kita imipikan dikehidupan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar