Senin, 24 Februari 2014

Ujian Kenaikan Pangkat

Kalau kita sudah menjalankan kewajiban sebagai umat islam dan dilengkapi dengan sunah - sunah yang dianjurkan tetapi hidup kita masih terasa serba kurang, syukurillah, karena Allah sedang memberikan ujian kepada kita. Ujian untuk kenaikan pangkat. Kalau tak lulus dalam ujian bagaimana mau naik pangkat?

Ahh ujian, jadi ingat semasa sekolah ketika dulu ujian negara untuk mendapat selembar ijazah yang sampai sekarang belum pasti fungsinya untuk apa. Dijadikan pajangan pun tak indah dipandang, walau dilengkapi dengan figura harga ratusan ribu, foto 3 x 4 yang menempel dibagian bawah ijazah itu tak akan berubah. Tetaplah berwajah culun.

Waktu itu ujian negara hanya terdiri dari paket A dan B. Konon kabarnya untuk membatasi penyakit mencontek yang sudah turun temurun dan beranak binak dari nenek moyang dulu sampai sekarang. Ehh namanya juga Indonesia dengan segala beragam keunikannya, mau dibagi paket soal menjadi dua bagian pun tetap saja mencontek bisa dilakukan. Nah, belakangan aku dengar kabar ujian negara tahun kemarin sudah menjadi dua puluh empat paket. Aku cekikikan saja dengar kabar itu, mau paket di bagi menjadi lima puluh pun, Indonesia ya Indonesia Saja. Coba bayangkan lagi oleh kalian yang sudah merasakan ujian dengan berbagai macam paket itu, mencontek ya mencontek saja, bagaimana pun cara dan jalannya.

Penguji yang paling baik itu tetap cuma Gusti Allah. Setiap kepala diberikan paket yang berbeda dalam ujiannya. Ada yang diberikan ujian paket kekurangan uang, penyakit, fitnah, bencana alam, mati lampu, signal gprs, bbm pending, sms tak dibalas, telepon tak dijawab, ban bocor, kehabisan bensin, kehujanan, aih masih banyak lagi. Apa yang diuji paket fitnah bisa mencontek dengan orang yang diuji dengan paket kekurangan uang? Tak bisa mencontekkan? Karena setiap manusia diciptakan dan dibekali dengan nasib dan takdir yang tak bisa diperkirakan. Pun diuji dengan cara yang berbeda - beda sesuai kadar keimanannya.Yang miskin makan ikan asin dan semur jengkol kalau sakit bisa sembuh dengan dikerik, tapi yang setiap hari makan makanan merk luar negeri dengan jaminan kelangkapan gizi harus berobat jauh - jauh ke luar negeri seperti Singapura, pulang ke Indonesia mati.

Jadi kalau mau naik pangkat, kita harus sama - sama bisa ikhlas dan tawakal menghadapinya. Allah kasih ujian juga untuk kebaikan diri kita, bukan untuk orang lain. Kan masing - masing juga sudah dipertanggung jawabkan setiap rezekinya sama Allah. Kalau miskin dan tiap hari cuma bisa adu mulut sama sayur asem cobalah untuk bersyukur. Paling kena penyakit mencret - mencret gara - gara sayur asemnya kebanyakan asem, tak akan kena gagal ginjal kok. Kalau sekarang merasa miskin di dunia berdoalah untuk kayak di akhirat, di surga apa saja ada.

Tapi ujian kenaikan pangkat itu cuma untuk orang - orang yang beriman dan bertaqwa. Kalau hidup semerawut itu namanya bukan ujian, tapi siksaan. Kalau sudah disiksa di dunia kita baiknya cepat - cepat betaubat, takut nanti keburu mati. Memangnya rela dipalu sama malaikat diliang kubur? Menurut hikayah, palu yang digunakan untuk menyiksa itu beratnya tak akan bisa diangkat oleh seluruh manusia yang pernah hidup di dunia.

Ehh, aku bukan sok menggurui loh, ini cuma sharing aja. Wong materi ini aja aku dapat waktu silaturahmi ke Padepokan Zafar Arif 286, Bogor. Untuk sekedar berbagi saja aku tulis ini, barangkali bisa jadi penambah pengetahuan untuk kalian yang mau dibagi.






...soalnya memang kertas - kertas yang bisa lebih dipercaya. Lebih bisa dipercaya daripada mulut penulisnya sendiri (Rumah Kaca - Pramoedya Ananta Toer)












Thanks for reading... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar