Jumat, 21 Desember 2012

Purnama Tak Terlukis

Kaulukiskah purnama itu ?
Aku mungkin salah membuat pertanyaan. Tak ada purnama malam ini, tak ada sedikit pun cahaya di langit malam. Ah, hujan pun rintik-rintik gerimis malam ini. Aku tak ingin berpuisi. Tak ingin berdialog dengan hujan. Biarlah turun hujan malam ini hingga terlelap ku dibuatnya. Bersama merdu nyanyian serangga malam yang saling bersahutan. Diiringi semeliwir angin yang pelan-pelan menghampiri lewat lubang-lubang di atas jendela.

Malam terus berangsur naik. Semakin hari, semakin bertambah pula kebodohanku untuk tak mengerti. Aku memang terlalu bodoh, atau mungkin dibuat bodoh oleh perasaanku sendiri. Bukankah seharusnya hormon dopamine berkurang secara konstan setiap mengulang terhadap orang yang sama ? Tapi kenapa kau menjadi seperti candu untukku. Semakin hari, semakin menagih, you're my drug ! Inikah tanda-tanda sakit jiwa karena cinta tak pernah bertanya ? Atau ini sisa halusinogen yang masih melekat dalam syaraf sejak tahunan lalu. Sepertinya tetra-hydro-cannabinol dapat menjelaskan semuanya dengan penuh canda. Tapi, lupakanlah. Kau lebih dari segalanya untukku dibanding zat adiktif yang dapat merusak sistem kerja syaraf . Kau memiliki semua zat-zat dalam napza. kau lebih baik dari heroin, cannabis sativa syn, morfin, kokain, opium, ataupun ICE. Kau sanggup memberikan khayalan, ketenangan, kebahagiaan, kekuatan, dan ketagihan dalam waktu yang bersamaan.

Sejatinya, dalam setiap ruang waktu yang tebuang diantara kata-kata kita. Aku ingin sekali melontarkan tanya. Tapi terlalu beku. Kaku, tak memberikan sedikit pun elastisitas pada lidahku yang sebenarnya tak bertulang. Daun jenuh menunggu kata dariku. Kamboja menggugurkan daunnya sebagai tanda protes terhadapku. Burung hantu tak mau lagi menyerukan suaranya yang kadang membuat bulu kuduk berdiri karena merinding, Ia menolehkan kepalanya seratus delapan puluh derajat karena enggan mengintipku dari celah jendela kamar. Aih, seburuk itukan nasibku malam ini ?

Gemericik hujan menjadi soundtrack malam ini untukku yang sedang duduk dan mencoba berkawan dengan secangkir kopi yang masih saja tak banyak tingkah. Masih saja tenang, hangat, walaupun kadang berbeda pendapat denganku. Kawan, masih ingatkah tentang pedebatanku dengan secangkir kopi ? Percayalah, kali ini tak akan terjadi lagi. Aku berjanji pada kalian, pada ibuku, ayahku, teman-teman sekolahku, dan seluruh benda yang ada dimuka bumi. Demi terciptanya kedamaian malam ini: sungguh, aku berjanji tak akan memperdebatkan keadaanku dengan kopi ini. Biarkan dia berikan kehangatannya untukku, biarkan. Tak ada lagi yang sudi menemaniku selain secangkir kopi ini. Dalam ruang 3 x 4 yang terasa cukup luas untuk kamar seorang bujang, aku hanya duduk dan saling berdiam diri bersama secangkir kopi hangat. Inilah moment of silence.

Sekarang waktu sudah menunjukan jam 21.24. Bersama iringan lagu Back to December milik Taylor Swift dengan versi yang berbeda, aku menikmati ketenangan dan kebodohan ini dihadapan secangkir kopi. Masih banyak kata yang ingin aku sampaikan lewat tulisan ini. Walau aku tahu, tak sekali pun kamu berminat untuk membaca tulisan-tulisanku. "Malas", itulah alasan yang kausampaikan ketika aku memintamu untuk membaca tulisan-tulisanku. Tak mengapa, aku tak peduli. Biarlah tulisan ini bergema dalam keabadian, dalam rentang waktu tanpa batas. Walau tak tersampaikan maksud hati kepadamu. Walau tak tersentuh hati karena puisiku. Inilah hidup yang harus selalu diperjuangkan. Bukankah Tuhan tak pernah salah dalam mengatur skenarionya ?

Lagu Back to December sudah berhenti berputar, bersama dengan buih-buih hujan yang semakin berkurang suaranya mengetuk jendela kamarku. Burung hantu sudah terbang entah kemana, pergi dari pohon jambuku. Malam semakin meninggi, menyisakan gerimis dan secangkir kopi yang mulai kehilangan hangatnya. Pupus sudah akan harapan purnama yang terlukis malam ini. Potretmu semakin jelas melekat dalam pikiranku. Lelaki sepertiku yang tak mampu mengungkapkan cinta sudah sangatlah langka. Jika ada nominasi awards untuk lelaki macam aku ini, mungkin aku yang akan menjadi juara bertahan selama lima tahun berturut-turut. Aih, tak apa bukan ? Nominasi macam itu tak lebih buruk daripada wajah maling jemuran yang cemas karena dikepung warga desa.

Aku akhiri malam ini dengan mengingat wajahmu dipelataran rumah untuk mengantar kepulanganku. Aku matikan lampu kamarku. Lagu pengantar tidurku segera berputar, Prettiest Friend milik Jason Mraz. Semoga terlelap kau disana, semoga indah mimpiku disini.




I wrote this for my prettiest friend who while trying not to prove that i care, trying not to make all my moves in one motion and scare her away. Well, she can't see she's making me crazy now. I don't believe she know she's amazing how, she has me holding my breathe. So i'd never guess that i'm a none such unsuitable, suitable for her (Prettiest Friend by Jason Mraz)



Con amore.....
Thanks for reading.....




Sabtu, 08 Desember 2012

Hipotesa

Sampai pada suatu hari aku tak pernah percaya, jika aku cinta padamu. Tak pernah. Aku bergelut dengan waktu, melebur dengan malam, dan membangun setiap hipotesa yang mungkin saja terjadi dalam konotasi ideologi imajinasi. Sumber seni yang selalu Albert Einstein kiblatkan dalam setiap pemikirannya, imajinasi. Bagaimana mungkin energi adalah hasil dari massa kali kecepatan cahaya. Sampai saat ini aku masih tak mengerti apa yang Bapak Jenius itu pikirkan dari E=mc kuadrat. Sama seperti aku tak mengerti kebeneran apakah aku cinta padanya ?

Banyak sudah hipotesa yang aku rumuskan dalam setiap imajinasiku. Sangat banyak, dan selalu bernilai salah. Setiap aku dapatkan formula dari pemikiranku, maka keesokan harinya aku dapatkan lagi rumusan yang menyalahkan formula sebelumnya. Maka duagaan-dugaan yang selalu aku buat setiap hari tak pernah benar dalam pola graf garis simetris pada titik koordinat cinta.

Untukmu
Aku tak pernah berhenti berpikir untuk menemukan kebenaran dari hipotesa-hipotesa gilaku. Saat ini aku sudah merumuskan tujuh ratus dua belas hipotesa yang selalu bernilai salah. Bahkan ketika kau jatuhkan jasadmu dalam pelukku, dan ketika kurangkulakan gelisahku dalam jiwamu. Masih saja bernilai salah ketika kurangkaikan kata-kata ini menjadi sebuah cerita sampah. Tak mengapa, aku tak peduli. Aku selalu meyakini bahwa akan ada nilai benar sebelum hipotesa yang ke tiga ribu seratus dua belas.

Terik matahari
Siang itu, setelah sujud dan salam yang kupanjatkan di sebuah mesjid. Matahari baru saja bergeser dari ubun-ubunku. Pintu yang terbuka membelah semua ruangan menuju pintu terakhir halaman belakang. Kuucapkan salam tapi tak ada jawaban. Hening dan sepi sekali karena mimpi sedang mengajakmu berjalan menembus dimensi waktu refleksi kehidupan alam sadar. Paras yang damai membuatku takut untuk melakukan gerakan yang bisa membangunkanmu. Aku duduk saja disampingmu sambil memandangi potret masa kecilmu yang tertata cukup rapi disudut barat laut. Kusamakan dengan wajah indahmu yang menutup mata. Aih, aku dibawa dalam halusinasi kisah masa kecilmu. Dihadapan segelas air putih yang tak banyak tingkah itu, aku tersenyum-senyum kecil menggambarkan masa kecilmu. Tingkah yang sedikit gila memang, tapi cukup normal untuk seseorang yang sedang belajar memahami perasaanya sendiri.

Siang itu. Hanya dihari itu aku membuat sebuah formula terumit dari hipotesa dalam hidupku. Kebenaran yang saat ini aku singgungkan dengan kesalahan. Beberapa pertanyaan mulai menghampiriku. Apa ? Kenapa ? Bagaimana ? Kapan ? Aku benci pertanyaan ! Aku mencaci diriku sendiri. Aku keluarkan semua kata-kata yang kasar untukku sendiri. Sampai akhirnya kamu terbangun dan aku berhenti melakukannya lagi.

Perasaanku. Aku tak mau menjadikannya sebagai sebuah hakitat. Perasaan tak pernah mengerti nilai false, semuanya selalu bernilai true. Bahkan semua yang disangkal oleh sains akan tetap bernilai true jika perasaan yang melakukan penilaian. Biarkan aku berpikir tanpa henti. Aku tak mau membenarkan semuanya dengan perasaanku. Aku butuh kebenaran dari hipotesa yang bernilai salah, dari mata yang terpejam untuk menunggu kata cinta dikeesokan harinya.


    Kurangkul kau kurangkul

         Kaujatuhkan jasadmu dalam pelukku

              Kurangkul kau kurangkul

                   Biarlah sampai terlelap kau menutup matamu





Con amore....
Thanks for reading..




Kamis, 15 November 2012

Amor

Aku berjalan diantara malam, diantara heningnya kegelapan. Aku meraba kenyataan, mencoba cumbui desir-desir kesepian. Inilah aku bersama malam. Melangkah dengan pelan bersama lamunan, ditembangi suara merdu jangkrik dan serangga malam. Adakah sesosok kuntilanak yang rela menemaniku ? Meliukkan tawanya untuk memecah sepi.

Gadis
Sadarkah kau ? Mungkin tak sadar, karena ini malam buta. Dan kupastikan kau sedang lelap dalam tidurmu. Memeluk gulingmu dan hangatkan tubuhmu dengan selimut tebal bulu angsa. Secara puitis aku rela menjadi pengganti guling untuk kaupeluk. Ohh ya, itu bukan puitis, mungkin gombalis. "Gombalis" itu hanya karanganku, tak ada juga dalam kamus besar bahasa indonesia. Ha ha ha

Jika saja kau tersadar dan ada disampingku. Kau mesti tahu, letupan-letupan dalam dadaku semakin bergejolak dan ingin memuntahkan segala isinya. Isinya hanyalah rangkaian cinta sederhana yang terbentuk saat pertama kali kita berbagi cerita. Tapi berikatan kuat seperti kutub magnet yang melekat dengan kutub lainnya yang berlawanan.

Ini bukan perkara medan magnet yang dipelajari di sekolah. Ini perkara perasaan yang tak pernah dibahas institusi mana pun. Bahkan dalam ilmu psikologi pun tak pernah kudengar mengupas kuliah tentang kerumitan jatuh cinta.

Jatuh ? Aku benci jatuh . Siapakah penemu kata jatuh ? Harusnya kerasukan cinta, bukan jatuh cinta. Siapa yang rela jatuh ? Berdarah-darah, sakit, terluka. Cinta tak seperti itu. Cinta itu tertawa, bahagia dan melayang tak sadar. Katakanlah kerasukan cinta (mulai saat ini). Maka kau akan tertawa, kau tak akan pernah sadar apa pun yang kaulakukan hanyalah demi cinta. Walaupun menurut orang lain itu sedikit gila.

Malam yang aku temui kini semakin tinggi. Tinggi, tinggi, dan tak mampu aku menjangkaunya. Aku semakin tunduh dalam sepi. Mungkin malam pun sudah enggan menemani lelaki kuntet yang selalu bergelut dengan sepi. Padahal jika saja dia-malam tahu aku sedang kerasukan cinta, aku yakin dia akan memohon untuk mendengar ceritaku. Lalu aku pura-pura tak peduli. Sampai dia merengek, mengemis, dan bersujud di depanku, barulah akan kuceritakan kisah kerasukan cintaku. Tapi sayang dia sudah pergi. Kini aku sendiri beratap langit gelap. Sesekali memang terlihat bintang yang mengedipkan matanya, tapi sudahlah. Bintang terlalu jauh untuk kuraih, it's so impossible-meraih bintang.

Kulihat lagi ke atas, kutemui lagi bintang yang terus saja menggodaku. Tapi untuk kesekian kalinya aku tetap tak peduli, tidak sama sekali. Disamping bintang genit itu awan berarak ke utara, berkejar-kejaran seperti segerombol bangau yang berpacu dengan senja. Segumpul demi segumpul hilang. Ahh cepat sekali mereka pergi. Tapi.... Iya ada tapinya. Setelah kepergian gumpalan awan yang membentuk ekosistem itu, aku melihat sekumpulan bintang yang saling bersahutan mengerlingkan cahayanya. Bintang yang tadi genit menggodaku sudah tak kuketahui dimana adanya. Bentuk mereka semua sama. Di selatan kutemukan rasi bintang layang-layang. Sepertinya rasi bintang penunjuk arah selatan itu tak akan pernah berpindah tempat walau tertiup angin badai sekali pun. Dia adalah bukti setia pada keteguhannya. Aku pernah membayangkan jika sebenarnya rasi bintang layang-layang pernah digoda untuk berpindah ke arah barat laut. Dijanjikan kepadanya wanita-wanita cantik yang melamun di atas atap rumah. Tapi dengan tegas dia menolaknya. Sungguh sejati, karena sampai saat ini ia masih di selatan.

Itu rasi bintang layang-layang dengan kisahnya. Lain dengan kisah kerasukan cinta milikku. Lain sekali. Tak perlu panggil Wak Haji untuk merukiahku. Kerasukan cinta sudah menjadi bagian setiap hidup manusia. Biar kujelaskan, tapi tak perlulah. Sudah kujelaskan kenapa aku katakan kerasukan cinta.

Gadis
Kauingatkah lagi ? Ketika mata kita terkunci diantara ketidakpastian. Kita berbincang, berbagi potongan-potongan mozaik tentang kehidupan. Disanalah, di bawah pohon pada suatu pagi. Aku merasakan ada letupan-letupan kecil yang saling bertabrakan, bergerak bebas, dan menjadi sebuah rangkaian sederhana ikatan perasaan.

Aku pikir kamu unik dengan segala kisahmu, seperti narasai fiksi yang aku coba rangkai setiap hari. Tapi di hari selanjutnya yang kita lalui, mata kita tak lagi saling mengunci. Tatapan kita terlepas karena objek-objek lain yang ada disekeliling kita. Letupan-letupan kecil itu terpencar dari rangkaiannya, mengusik setiap lamunan di hadapan secangkir kopi. Bergerak teratur mengacau ketenangan dopamine, menggunung dan meledak, menghancurkan setiap kerja otak yang mengusung logika.

Aku ditertawai oleh secangkir kopi. Dia-kopi mengolok-ngolok keadaanku. Dia tak lagi manis diujung lidahku. Sementara kamu terlelap disana. Merangkai mimpi dengan segenggam cokelat ditangan mungilmu.

Embun-embun pun mulai berguguran, menari dan terjatuh diujung daun talas. Mengikuti perannya dalam skenario semesta yang sudah Tuhan tuliskan di Lauhul Mahfudz sebelum dunia dan isinya tercipta. Ayam yang berkokok mengantar jaelangkung pulang. Bintang tetap genit dengan kerlingnya. 

Menjelang Adzan Subuh kopi pekat pengiring sepiku bersabda. "Itulah cinta. Dia akan menghampiri pagimu yang tenang, menebar gelisah dan membuatmu membenci sains". Kalimat itu menggelinding bersama buih embun terakhir yang jatuh ke tanah. "Inikah cinta ? Satu hal yang tak pernah mampu dicerna logika". Jawabku.

Maka aku akhiri sepiku menjelang pagi. Aku tandai dengan perdebatan bersama secangkir kopi. Tentang kenapa wanita bisa membuat lelaki terserang penyakit gila stadium akhir. Tentang kenapa wanita selalu menyela. Tentang kenapa wanita suka pura-pura tak peka, padahal penglihatannya sudah dibantu kacamata minus tiga. Mendengar semua itu cangkirku pecah dalam hitungan enam ratus dua puluh empat detik. Kopiku tak mampu menjawab pertanyaan yang semakin banyak keluar dari mulutku yang nyatanya sangatlah bawel.

Mungkin hanya itu penggalan kisah yang sanggup aku ceritakan bersama sepi dan secangkir kopi. Di dalamnya aku leburkan tawa dan tangisku yang sejadi-jadinya. Menggagalkan kesangaran. Menumbuhkan harapan. Ketika pagi menyambut hari, aku ucapkan selamat pagi dengan sejuta pangkat cinta.

Saat ketika aku semakin tak mengerti cinta, maka kausunggingkan tawa yang membuatku bahagia..

con amore....
Thanks for reading......



Kamis, 01 November 2012

Gadis Hiragana


Hey Gadis Hiragana. Sebentar, bisakah kau jelaskan arti tulisan itu. Aku lihat pensilmu sangat lincah menulis aksara jepang yang sangat aku benci ketika sekolah.

Aku tercengang, ketika satu persatu kau isi teka-teki itu. Aku mungkin tak cukup lama mengenalmu, aku tak pernah tahu adakah satu dari sekian kemampuanmu untuk menulis aksara itu. Karena yang aku tahu kita bisa bersua setiap waktu, kita berbagi tawa setiap jumpa.

Tapi malam tadi ada hal yang tak pernah aku rencanakan sebelumnya. Kamu hadir di mimpiku. Sepanjang mimpi kita tertawa, kita bergandengan tangan. Ah... Ada apa dengan kita ?

Disaat terjaga aku bertanya-tanya. Tuhan, gerangan apa yang kau coba lagi aplikasikan dalam struktur kesintinganku ?

Di akhir mimpi kamu-Gadis Hiragana, menyelesaikan teka-teki itu. Aksara yang sedikit pun tak mampu aku mengerti. Mungkin tak mau mengerti, karena masih memendam dendam nasionalis akibat dulu negara kita terjajah oleh bangsanya.

Hey kamu... Iya kamu gadis pemecah teka-teki hiragana. Kamu mencuri waktu tidurku, padahal hampir setiap hari kita diskusi. Ada pesan apa yang hendak kau sampaikan ? Harusnya kamu tahu jika aku buta akan aksara aneh itu.

Sejak tadi pagi diam-diam aku memikirkan mimpi itu, juga kamu. Lalu aku curiga kepada Tuhan, jangan-jangan Ia ingin aku segera berpacaran. Tuhan, pacaran itu tak bisa dipaksakan. Kita harus diskusi ulang tentang ini. Tuhan aku tahu, diam-diam kamu-Tuhan mengintip isi hatiku: rasa sepiku yang semakin hari semakin disudutkan oleh waktu.

Hey Gadis Hiragana, jika kamu hanya mimpiku tetaplah menjadi mimpi. Kamu harus tahu, kalau aku sangat senang bermimpi, bahkan untuk hal yang paling gila di dunia ini. Tapi, jika seandainya Tuhan ingin membuat sekenario baru dalam hidup kita, kamu harus tahu, bahwa aku hanyalah seorang lelaki sinting.

Jumat, 05 Oktober 2012

Dialog Bersama Hujan

Siapa yang mengetuk jendelaku sore ini ? Kulihat dibalik gorden, ternyata air hujan yang beramai-ramai ingin berteduh dikamarku. Rintiknya seperti enggan berjatuhan ke bumi yang sangat kering. Mentari tak terbungkus sempurna, mungkin itu penyebab kemalu-maluan hujan sore ini. Malamnya berlalu dengan bau tanah yang tersiram hujan. Nyanyian jangkrik diantara dedaunan kering dan semilir angin berkolaborasi menjadi lagu malam.

Kini hujan menyambut pagiku. Dia hadir tanpa harus menunggu mentari terbungkus oleh awan, dia suguhkan cinta pagi ini. Ia selalu mengetuk (hujan pertama diakhir kemarau) suaranya tak henti-henti menghampiri, padahal aku sudah sembunyi. Ah tak kusangka, inilah yang kusebut dialog cinta di pagi hari; antara aku dan hujan.

Mungkin sore tadi terjadi perundingan antara hujan, mentari, dan Tuhan. Mentari tak mau hujan turun saat dia memamerkan kegagahannya, karena itu akan membuat dia terlihat seperti pecundang. Tuhan sudah pasti mengabulkan permintaan mentari, Ia mengutus hujan untuk turun pagi buta sebelum mentari terbit. Ini persekongkolan antara alam dan Tuhan yang takkan mampu kita ketahui bentuk diskusinya.

Tepat jam enam hujan mereda. Mega-mega di timur mulai memerah menyambut kehadiran mentari pagi. Secangkir kopi panas sangatlah tepat menemani pagi ini. Pekat dan tenang, meleburkan kebekuan pagi yang ditinggalkan hujan. Aku tandai hari ini, disaksikan secangkir kopi panas. Inilah akhir dari rezim kekuasaan kemarau, penghujan akan segera tiba.

Penghujan ini mengingatkanku akan cinta yang bersemi di bulan Juni. Hujan diawal bulan itu mekar bersama puisi yang tak henti-henti berbunyi diantara rintik buih-buih hujan. Dia, ya aku mengingat dia yang selalu terselip diantara kisah hujanku. "Aku mengingatmumu saat melewati kubangan air di tikungan itu, aku memanggilmu dalam sepi----dia yang terselip diantara kisah hujanku."

Setiap malam, hujan selalu membisikan cinta dari celah jendela. Kamu akan tersadar diantara buih embun pagi yang berjalan lambat menyusuri jendela. Menari indah dibibir daun, sebelum meresap jatuh ke tanah. Kamu sendiri. Kamulah pelacur cinta, yang membukukan pesona disela sepi dan pergi tertawa.




Aku menjadi hujan, disisa kubangan air hujan pertama di bulan Oktober........

Thanks for reading....... 



Senin, 10 September 2012

Kakek Tengik

Hari ini lagi-lagi awan mendung dan gelap sekali. Aku kira hujan turun. Semoga kalian mafhum karena aku pecinta hujan. Hujan itu sumber inspirasi untukku. Aku sangat senang membuat karya tulis saat atau pun setelah hujan.

Ini september yang penuh kepalsuan. Bukan hanya cinta yang bersekongkol dengan harapan palsu. Tapi hujan pun kini sudah menjadi kongsi dari harapan palsu yang kian marak terjadi. Mungkin karena ketularan penjabat negara kita yang suka memberi harapan palsu pada rakyatnya. Sampai-sampai alam pun turut serta dalam tragedi pemberian harapan palsu.

Sore ini aku mendapatkan kabar bahwa ada seorang mahasiswa yang ingin membuat skripsi. Menurut ayah dan ibuku ia adalah mahasiswa jurusan sejarah, tepatnya calon sejarahwan. Ia ingin mengupas tentang makam keramat peninggalan zaman belanda di belakang halaman rumahku. Makam Raden Kapitan Saleh begitulah nama yang sering orang sebut, bahkan wikipedia pun menuliskan kisah makam itu secara singkat dalam sejarah desaku. Tapi kami (penduduk setempat) lebih akrab memanggilnya Makam Mbah Raden.

Sayang, mungkin nasib mahasiswa itu kurang beruntung. Karena ayah dan ibuku belum sempat menceritakan sejarah makam itu secara utuh. Seandainya esok ia kembali lagi aku pastikan ia akan mendapatkan informasi yang sangat akurat.

Ia tak banyak menggali informasi tentang makam itu. Sebenarnya ayahku ingin menceritakan sejarahnya secara mendetail. Tapi mahasiswa itu cepat bergegas pulang karena sudah muak dengan kelakuan kakek tua yang tinggal kost di rumah tanteku.

Seperti biasa kakek tua itu (sampai saat ini aku tak tahu namanya) setiap sore suka nangkring di rumahku. Aku sebenarnya sangat tak ingin melihat wajahnya yang keriput dan badannya yang sudah memulai membungkuk. Bukan tanpa alasan aku tak menyukainya. Dia sangatlah centil kepada gadis-gadis disekitar rumahku. Itulah sebabnya aku tak menyukainya. Menurutku, kelakuan seperti itu sangat tidak menjaga martabat seorang pria yang sudah mulai sedikit populasinya dibandingkan dengan wanita.

Doaku hari ini; Semoga mahasiswa itu kembali lagi esok hari untuk meneruskan observasinya tentang Makam Raden Kapitan Saleh. Dan jikapun tak kembali lagi, semoga ia mendapatkan bahan skripsi yang lebih baik.


Thanks for reading......

Kamis, 06 September 2012

Hujan

Diam-diam aku menunggu senja dari seberang rumah tua.
Tapi tak ada, tak ada senja dengan lembayungnya; tak ada.
Diam-diam awan mendung.
Diam-diam menghitamkan langit.
Maka tak ada senja; padahal aku menuggu.

Aku pikir hujan akan turun di akhir agustus.
Kupikir hatiku yang kering akan lembab.
Aku diam saja di seberang rumah tua; menunggu hujan.

Aku selalu rindu hujan.
Rindu buihnya yang meretas kaca.
Rindu suaranya yang selalu menghampiri, padahal aku sudah sembunyi.

Aku rindu hujan.
Aku damai dalam hujan.
Jatuh cinta saat hujan.
Menulis saat hujan beranjak reda.

Angin sepoi-sepoi meniup dari selatan.
Burung gereja satu persatu pulang.
Menyelinap diatas atap rumah tua.
Aku diseberangnya; menunggu hujan.

Tapi tak ada hujan.
Mendung pun berangsur hijrah ke utara.
Aku masih saja berdiri diseberang rumah tua; menunggu hujan.


Senin, 27 Agustus 2012

Jarum Jam

Ingin kupatahkan jarum jam.
Ini waktu tak sanggup aku menunggu.
Ini waktu tak sudi aku menunggu.

Ingin kupatahkan jarum jam.
Ini waktu kuharap tak lagi mengganggu.
Ini waktu harusnya aku tak lagi menunggu.

Ingin kupatahkan jarum jam.
Ingin sekali kupatahkan, agar tak ada lagi harapan.

Ingin kupatahkan jarum jam.
Ingin kutusukan saja dimatamu, ingin sekali.

Darah menyembur kabur dari matamu.
Sakit, kamu merasa sakit.
Itulah sakitku menunggumu bersama jarum jam yang ingin kupatahkan.




Tiba-Tiba

Tiba-tiba jatuh cinta.
Tiba-tiba

Tiba-tiba jarum jam berhenti.
Tiba-tiba

Malam tiba-tiba hening.
Embun tiba-tiba membasah.
Dingin, tiba-tiba aku menggigil.
Tiba-tiba.

Hilang, tiba-tiba kau hilang.
Tiba-tiba sepi lagi.
Tiba-tiba.

Sadar, tiba-tiba aku sendiri.
Tiba-tiba aku patah hati.
Padahal tadi tiba-tiba aku jatuh cinta.
Sekarang tiba-tiba patah hati.




Jumat, 24 Agustus 2012

Bujang

Bujangan. Itu adalah status tradisional untuk seorang lelaki yang belum menikah di Indonesia. Sedangkan bujang adalah sebutan untuk lelaki yang masih bujangan. Bujang terdiri dari beberapa versi menurut kamus besar bujang yang aku ciptakan. Ini adalah salah satu kesintinganku. Memisahkan golongan bujang sesuai dengan tingkah prilaku kesehariannya.

Bujang yang setiap malam memilih gadis cantik di dalam album photo teman jejaring sosialnya. Kemudian setiap pagi dia membayangkannya sambil bermalas-malasan di tempat tidur. Kegiatan itu terus berlanjut setiap hari karena statusnya sebagai seorang pengangguran - Bujang sinting tingkat 1.

Bujang yang setiap hari membeli saldo pulsa untuk mengirimi pesan teman-teman gadisnya. Tanpa peduli gadis itu suka atau tidak dia kirimi pesan. Tanpa peduli gadis itu sedang sakit atau tidak. Tanpa peduli gadis itu sudah memiliki pacar atau tidak - Bujang sinting tingkat 2.

Bujang yang selalu nongkrong di warung kopi setiap sore untuk melihat gadis-gadis lewat di jalanan. Tanpa peduli punya uang atau tidak untuk membayar kopi. Tanpa peduli gadis itu meliriknya atau tidak. Tanpa peduli ibunya mengomel karena tak ada yang membantu pekerjaan rumahnya - Bujang sinting tingkat 3.

Bujang yang menyukai gadis-gadis cantik tanpa sadar rupanya jelek. Tapi tetap saja berjuang walau sudah ditolak berkali-kali oleh gadis yang sama - Bujang sinting tingkat 4.

Bujang yang setiap hari kerjaannya melamunkan gadis cantik. Lalu berpacaran di dalam lamunannya. Bertengkar dan putus cinta di dalam lamunannya pula. Tetapi menggalau dan patah hati di dalam kehidupan sadarnya - Bujang sinting tingkat 5.

Bujang yang tak pernah pacaran tetapi selalu patah hati jika melihat orang berpacaran - Bujang sinting tingkat 6.

Bujang yang setiap mau tidur selalu berkhayal punya seoarang kekasih cantik dan dengan mudahnya dapat kekasih lagi setelah putus - Bujang sinting tingkat 7.

Bujang yang selalu mendekati dan menyukai kekasih temannya yang terlihat cantik menurut penglihatannya - Bujang sinting tingkat 8.

Bujang yang lebih suka berkumpul dengan teman-temannya daripada mencari calon kekasih, padahal usianya sudah diatas 30 tahun - Bujang sinting tingkat 9.

Bujang yang menyukai gadis yang tak suka lelaki - Bujang sinting tingkat 10.

Bujang yang menyukai istri orang lain - Bujang sinting tingkat 11.

Bujang yang tak mempunyai kekasih. Tetapi tak berusaha mencarinya. Kerjaannya hanya menulis dan mencari tema baru untuk tulisannya. Setiap hari menulis puisi berharap ada gadis yang menyukainya karena puisinya - Bujang sinting tingkat 12.

Maka semakin tinggi tingkatannya, semakin sinting pula bujang itu. Ide pemisahan tingkat sinting bujang ini aku dapatkan saat melamun di warung kopi. Kebetulan hampir sembilan puluh persen teman-teman warung kopiku bujang.

Mungkin pemisahan bujang menurut tingkat sintingnya adalah salah satu efek dari terlalu lama aku tak memiliki kekasih. Dan aku termasuk pengidap bujang sinting tingkat 12. Tingkatan bujang sinting paling tinggi, bahkan dalam tingkatan yang aku buat sendiri. Terkadang hidup membujang itu memang cukup sinting dan kejam untuk kita jalani.

Selasa, 21 Agustus 2012

Gadis Kantin Sekolah

Jatuh cinta, dulu itu menjadi kata yang sangat asing untukku. Aku enggan sekali membayangkan ada sesosok manusia berambut panjang, dengan dada menonjol dan berbokong semok mengisi hari-hariku. Aku mungkin tak akan rela membagi waktu bersenang-senang dengan mahluk seperti mereka. Rumit, ya wanita itu mahluk yang sangat rumit menurut pendapatku saat itu.

Wanita itu tak se-simple model kerudungnya. Itu adalah filosofi abadi yang sampai saat ini masih aku tanamkan dalam batin. Siapa pun yang bilang wanita itu simple berati belum pernah merasakan bagaimana rasanya menemani wanita yang sedang menawar harga disebuah toko. Bahkan untuk perkara seribu lima ratus rupiah, mereka rela sampai harus bercucuran keringat dan urat leher menonjol keluar seperti atlet angkat besi di tournament olimpiade. 

Dulu aku adalah lelaki yang paling tidak peduli dengan wanita. Katakanlah aku tidak peka terhadap mereka. Dari sekian gadis yang menyukaiku, tak satupun terpikirkan untuk aku jadikan kekasih. Wanita itu penuh dengan seribu aturan. Bahkan mereka sangat memperhatikan cara mereka berjalan agar dilirik oleh kaum lelaki.

Aku beranggapan bahwa wanita pastilah mahluk yang sangat membosankan. Pasti mereka akan protes kalau rambutku berantakan. Mulutnya tak berhenti mendumel kalau warna sepatuku kurang mecing dengan warna baju. Atau yang paling menggelikan mereka pasti minta dinyanyikan lagu sendu sebelum tertidur. Kurang lebih seperti itulah analisaku dari sebuah film televisi yang aku saksikan setiap siang.

Tapi semua anggapan-anggapan aneh itu tiba-tiba hilang ditelan mentah-mentah bersama air liurku. Kala siang hari dikantin sekolah aku melihat seorang gadis yang sedang berjalan menuju sebuah warung es langgananku. Cantik, semua teman-temanku bahkan terpesona melihat kecantikannya. Maka sejak pagi itu aku robek semua kertas yang bertuliskan tentang kejanggalan wanita menurut versiku. Aku hapus doktrin-doktrin rumit wanita dari setiap inci sel otakku. Kini aku bersekongkol dengan perasaanku, aku berkoalisi dengannya untuk mengkampanyekan bahwa aku jatuh cinta.

Perasaanku lekas menerimanya. Dia tak mungkin berani melawan petuah dari tuannya ini. Ya aku jatuh cinta pada seorang gadis yang juga dikagumi oleh semua lelaki yang berada disekelilingku. 

Tak pedulilah kalian hendak berkata apa dengan asumsi yang sudah aku utarakan sejak tadi tentang wanita. Bukankah manusia yang paling egois adalah manusia yang sedang jatuh cinta ? Jadi sekarang aku adalah manusia super egois. 

Tak terbayangkan bagamana jadinya aku. Tak jatuh cinta pun aku sudah terlalu egois, kepala batu ibuku menyebutnya. Bagaimana jika ditambah dengan keegoisan jatuh cinta ? Mungkin aku sudah berubah menjadi sesosok manusia yang paling menyebalkan yang pernah kalian temui.

Sekarang aku jatuh cinta. Rasanya seperti terjun dari puncak mata air, lalu tenggelam dan berenang bersama ikan-ikan duyung. Lalu melambung dan terbaring di tengah hamparan taman bunga, dikelilingi kupu-kupu dan kenari yang bernyanyi-nyanyi memuja diriku.

Atau aku seperti sedang berada dipuncak eiffel dan tertiup angin sampai ke piramida di mesir. Kemudian berenang di sungai nill dan dikawal oleh buaya-buaya yang sudah takluk pada ketampananku. Kemudian aku terhempas ke Jaya Wijaya dan disambut oleh para penari di lembah Baliem.

Dan kalian pasti akan lebih mual jika aku teruskan gambaran tentang bagaimana rasanya aku jatuh cinta. Ini adalah kali pertama aku jatuh cinta. Ini adalah kali pertama aku merasakan hal yang paling indah yang pernah tuhan ciptakan. Ya, cinta sudah berbanding lurus dengan gila.

Senin, 20 Agustus 2012

Sinting

Sebatang rokok kini menjadi sahabat setiaku. Terjun dan terjatuh karena cinta mungkin biasa. Tapi sinting jika terpuruk sebelum jatuh dalam indahnya pelukan cinta.

Aku kini lebih syahdu menikmati rokok yang kuhisap daripada menikmati hidupku sendiri. Patah hati mungkin bukan hal yang tabu dalam percintaan. Tapi patah hati sebelum bercinta lebih hina daripada orang gila tak bercelana.

Aku termenung. Kini semua filososi tentang patah hati mencekik leherku. Menusuk kedua bola mataku. Merobek mulutku dengan belati yang tajamnya tak karuan. Aih, patah hati macam seperti ini lebih kejam dari film pembunuhan berantai, lebih kejam dari kasus mutilasi.

Patah hati adalah perasaan terumit yang pernah tuhan ciptakan. Rasanya bak menghujam jantung dengan palu panas. Mengikat hati dengan tali berduri. Lalu sebuah biji kedondong tersangkut ditenggorokan. Tapi patah hati macam itu tak jua mengurungkan niat manusia untuk jatuh cinta. Aku mungkin salah satu korban patah hati versi ini.

Aku sudah berulangkali jatuh cinta, mempunyai pacar lebih dari satu bukan lagi hal yang tabu untukku. Putus dengan kekasih pun sudah seperti permainan ringan dalam hidupku. Tak ada yang ganjil dan aneh lagi akan semua itu. Aku bisa pura-pura jatuh cinta hanya untuk sebuah taruhan konyol dengan temanku. Misalkan, jika aku bisa menjadikan gadis yang menolak temanku sebagai keasihku, aku akan diteraktir minum kopi selama setengah tahun. Cinta tak lebih nikmat dari kopi untuk perkara macam ini.

Tapi kini aku rasakan cinta begitu sangat kejam. Dia sudah bersekongkol dengan harapan untuk sebuah kepalsuan. Aku dibuatnya tertipu karena persekongkolan itu. Kini cinta sudah seperti pembunuh bayaran yang siap menyiksa siapa saja yang dikehendakinya. Cinta sudah berkamuplase dengan penderitaan.

Aku pernah jatuh cinta pada seorang gadis yang nampak sangat mempesona. Tabiatnya terlihat baik bagi siapapun yang melihatnya. Rupanya tak membuat orang ragu untuk berkata cantik. Setelah sekian lama akhirnya aku tahu pula jika dia sedikit besar menaruh rasa pada diriku. Kisahku ini seperti film india tahun sembilan puluhan. Hanya sayang tak ada cerita bertabrakan di pasar dekat toko mainan, atau bermain sambil berlarian disekitar taman bunga di dekat pusat kota.


Usut punya usut, ternyata wanita itu berusaha mencintaiku hanya agar kekasihnya kembali lagi pada dirinya. Lelaki yang sudah tahunan berpacaran dengannya. Dan akhirnya lagu "sadis" yang dinyanyikan musisi indonesia nampak cocok untuk menjadi soundtrack cerita ini.

"Terlalu sadis caramu, menjadikan diriku pelampiasan cintamu agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku. Tega niannya caramu, menyingkirkan diriku dari percintaan ini agar dia kembali padamu, tanpa peduli sakitnya aku"

Setiapkali aku melewati toko kaset bajakan dekat rumah dan mendengar lagu itu, rasanya ingin sekali aku membakar toko itu. Menyiramnya dengan bensin lalu menyulutnya dengan api. Setelah hangus terbakar aku tertawa sambil terbahak-bahak. Tak jarang pula sesekali aku berdoa semoga toko kaset itu tak laku, lantas gulung tikar dan tak kudengar lagi lagu sadis yang berjudul "sadis" itu. Dan yang terkonyol adalah ketika aku berpikir kenapa tak kulaporkan saja bahwa toko itu telah melanggar hak cipta dengan membajak kaset-kaset para biduan. Lalu si tukang kaset dan barang dagangannya yang palsu itu diseret kekantor polisi, lalu dibui selama 10 tahun. Setelah keluar dari bui lagu sadis itu sudah tak laku lagi dipasaran, sehingga dia tak lagi memutar lagu itu dan menggantinya dengan lagu lain.

Pikiran-pikiran konyol itu sudah melekat erat di dalam kepalaku. Menghantui mimpi-mimpiku. Membayangi langkah-langkahku. Inikah yang dinamakan patah hati ? Sinting bukan main perasaan dan pikiran picik bercampur konyol seperti ini.




Thanks for reading...........

Selasa, 14 Agustus 2012

Sepenggal Kisah Singkat

Aku lelaki yang baru akan menginjakan usianya di angka 20 tahun. Aku kadang bisa sangat menjadi dewasa, tapi akupun kadang tak ubahnya seperti anak remaja yang sedang puber. Labil dan tak menjadi aku dengan segala keegoisan dan pemikiran dewasanya.

Hanya satu orang yang mampu membuat aku menjadi lelaki labil. Dia; seseorang yang bolehlah jika aku menyebutnya mantan kekasihku. Sampai saat aku memvisualkan tulisan ini untuk kalian baca, dia adalah wanita terakhir yang pernah menjadi kekasihku.

Aku bisa jatuh cinta dengan wanita-wanita lainnya yang berkeliaran disana-sini. Tapi masih saja ada satu hal yang tak pernah aku mengerti. Ya, perasaanku kepadanya.

Tak ada satupun yang berubah dari perasaanku kepadanya. Aku seperti baik-baik saja dengannya. Sebelum semakin jauh aku bercerita, aku ingin menyampaikan pesan yang sangat penting untuk kalian. Aku sedang tidak menggalaukan tentang keadaan perasaanku. Aku hanya ingin mencari jawaban atas apa yang terjadi kepadaku.

Awal kisahku dengannya adalah ketika dengan kejamnya aku mengacuhkan kekasihku sebelum dia. Ia wanita dengan segala kualitas kewanitaan terbaik yang ada padanya. Hanya saja komunikasi kami sangatlah tidak efektif, sehingga terjadi kesalahan dalam penerjemahan kalimat ketika itu. Tiba-tiba dia datang, wanita yang aku ceritakan menjadi kekasih terakhirku. Dia datang membawa benih-benih segar untuk kutanam diantara taman cintaku. Tak kuasa menahan gejolak cinta yang semakin mendidih, akupun meninggalkan kekasihku saat itu. Aku sang nahkoda cinta, aku membelokan kapalku menuju pelabuhan baru yang sudah menantiku. Aku meninggalkan pelabuhan lamaku yang sudah lama pula menunggu kepulanganku. Aku menyakitinya dengan sangat kejam. Tanpa pisau kulukai ketulusannya, kutorehkan garis-garis kebencian dalam hatinya.

Hey..... Dunia ini milik kami, milik para lelaki, bisik keangkuhanku pada waktu itu.

Apakah cinta selalu kejam ?
Atau harga sebuah kebahagiaan harus selalu dibayar dengan luka ?
Itulah yang menjadi pertanyaan-pertanyaan yang saat ini menghantuiku setiap malam.

Oh ya kapalku. Kini kapalku sudah memiliki pelabuhan baru. Dia berikan aku cinta yang aku anggap utuh. Dia berikan aku segalanya; kehangatan, ciuman, pelukan, perhatian, ketakutan, bahkan amarah.

Awalnya semua baik-baik saja. Awalnya semua terasa sempurna. Tapi perlahan aku pikir semakin hari semakin terlihat ada sebuah perubahan yang signifikan pada kepribadianku. Entah bagaimana aku bisa menuliskannya disni, tapi pada kenyataannya aku menjadi seperti seseorang yang tak memiliki pendirian. Aku kehilangan segala keegoisanku, kehilangan semua sifat kedewaanku, dan masih banyak lagi yang aku tak mengerti bagaimana cara menuliskannya.

Sampai akhirnya pelabuhan baruku bosan. Kayu-kayunya mulai keropos. Tiang-tiangnya tak lagi tegap. Dia membuat aku terpaksa membawa lagi kapalku untuk berlayar. Menjauhi dermaga tempat bersandar. Perlahan aku semakin menjauh, dan sampai saat ini belum lagi menemukan pelabuhan baru.

Ketika malam datang aku seperti melihat lampu mercu suar yang berkerlip. Kupikir itu adalah kode morse yang memintaku untuk kembali. Aku mendekat, tapi ternyata disana sudah ada kapal lain yang bersandar. Di deramaga tempat dahulu aku bersandar.

Aku melihatnya dari kejauhan. Pelabuhan yang pernah memaksaku berlayar kini semakin dewasa, semakin cantik, semakin menjadi indah. Namun sayang kapal lain telah bersandar disana.

Hey lihatlah !
Karma tak pernah menunggu orang mati.

Dulu aku sering berlabuh disana-sini, tapi kini pelabuhan yang aku anggap indah dermaganya telah disandari kapal lain.

Akupun memutuskan untuk berlayar lagi, namun naas tak ada satupun pelabuhan yang sanggup membuatku menepi dan bersandar di dermaganya. Pelabuhan indah itu bukan alasanku untuk tidak bersandar di tempat lain. Tapi ada sesuatu, sesuatu yang ganjil, sesuatu yang aneh, sesuatu yang aku tak tahu apa itu. Mengganjal hati dan pikiran, menyangkal logika dan perasaan.

Aku buyar. Aku larut. Aku limbung. Aku tenggelam kedasar lautan. Seperti adunan oralit yang semakin menyatu dengan H2O. Aku hampir transparan tanpa sebuah warna, bahkan tak mampu bermimikri ketika berada di taman bunga.

Ada hasrat untuk kembali bercinta. Tapi seketika sirna ketika kubayangkan bagaimana jika nanti aku menyakiti wanita yang menjadi kekasihku lagi ?
Bagaimana jika akhirnya aku harus menerima karmaku lagi ?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus saja mendengung di gendang telingaku, seketika dihantarkan oleh nervus vestibulokoklearis ke sistem limbik pada bagian tengah otakku.

Lalu aku menjadi seperti seorang yang traumatik. Apakah mungkin aku phobia terhadap cinta ?
Phobia terhadap cinta ? Itu hanya nama penyakit yang aku karang saja dalam pikiranku. Aku yakin tak ada phobia macam itu.

Suatu hari nanti aku akan jatuh cinta lagi. Suatu hari nanti akan ada seseorang wanita lagi yang mengaku kekasihku. Ahh suatu hari nanti.......... Aku sudah tak sabar menanti suatu hari nanti.


Thanks for reading........

Senin, 13 Agustus 2012

Dopamine

-Recycle karya Kevin Thompson-


Aku harus membenci diriku sendiri untuk beberapa hal.
Aku harus membenci diriku sendiri untuk mudah menoleransi.
Bahkan untuk kesalahan yang tak dimaafkan.
Bahkan untuk satu niatan yang menyakitkan.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk terlalu memahami.
Mengiyakan tentang sains dan tentang dopamine.
Bagaimana mekanisme hormon bekerja.
Dan berkurang konstan setiap mengulang dengan orang yang sama.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk sangat mengerti.
Mengenal banyak perempuan dan membuat kesimpulan sendiri.
Seperti kata-kata yang sudah sering kudengar berkali-kali.
Dunia ini milik mereka, perempuan.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk menyalahkan diri sendiri.
Membenarkan dosa yang tidak seharusnya terjadi.
Menyacat diri saat sains tidak tersangkali.
Dan ilmu pengetahuan alam yang sedikit demi sedikit mulai kubenci.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk tidak mudah membenci.
Memaafkan kesalahan tak termaafkan.
Mendengar alasan ketika telinga tak ingin mendengar.
Dan bertahan ketika kupikir baru saja niatan.

Aku harus membenci diriku sendiri untuk hanya diam.
Takut akan terjadi hal-hal di luar keinginan.
Pengecut akan menyucurnya tangisan.
Juga rasa tidak ingin membatasi yang menahan.

Namun bukankah seharusnya ada bagian selain dopamine yang mampu menahan.
Keinginan untuk bertahan atas hal-hal yang cukup membekas.
Satu bagian yang orang-orang bilang bernama perasaan.
Bolehkah aku menanyakan ?
Jika saja kamu berkenan.

Tapi apa mau dikata.
Terkadang yang terbaikpun tidak mampu bertahan.


Kamis, 09 Agustus 2012

Aku dan Dia (Kamu)

Dia bertanya tentang tulisan-tulisanku. Syair dan roman yang berisikan tentang kisahnya. Bukan. Ini kisahku, hanya saja dia menyusup dalam lekak-lekuk kehidupan butaku.

Bagaiman tidak buta ? Karena aku hanya dapat meraihnya dalam mimpi, dalam khayal, dan dalam kesendirianku.

Dia memang nyata, tapi tak nyata bentuk kehadirannya dalam hidupku.

Mencintainya memang sangatlah mudah, tapi mewujudkannya dalam bentuk kasat mata itulah yang menjadikan rumit setiap jemari-jemari yang menari indah di atas keyboard ini.

Ada hari saat aku duduk berdua bersamanya. Semua terasa seperti menjadi "kita". "Kita" yang hanya berisi aku dan dia tanpa ada orang lain di dalamnya.

Ketika dia sudah beranjak lagi dari sampingku semua terasa bukan lagi seperti "kita", tapi aku dan dia. Ya hanya aku dan dia yang bukanlah "kita".

Sudahlah lupakan sementara materi tentang "kita" yang aku sendiri masih pertimbangkan kabsahannya. bagaimana jika sekarang kalian simak lagi tentang kisahku.

Aku menari-nari lagi, tarian hanya aku sendiri yang tahu. Tarian yang penuh emosi; tarian kesedihan, tarian kesenangan, tarian cinta, tarian galau. Tarian yang melukiskan garis-garis yang sudah tuhan tetapkan dalam partitur takdir-takdir notasi kehidupan mahluknya.

Disinilah sanggarku, tempat aku melampiaskan dan menghembuskan setiap sari pati hidupku.

Sekali lagi tentangmu, tarian yang melukiskan tentangmu. Jika aku menari disanggarku, maka kamu terlelap dalam malammu. Sementara gelisahku terus meliuk-liuk bersama gemulai dan gontainya langkahku.

Disinilah aku, dibatasi tebing galau yang kau curamkan. Disanalah kamu, di dalam mimpi-mimpi menjelang pagiku.

Setiap ingin ku melangkah jurangmu semakin mendekat. Setiap ku coba teriak, gemingmu mengantarkan kembali suara itu kepadaku.

Sekali ini aku kalah, saat ini akulah yang salah. Terlalu mencintaimu yang belum tentu mencintaiku.

Lalu mereka menertawakanku dan tarianku dari kursi sanggar penonton. Sebelumnya tak pernah seperti ini, sebelumnya baik-baik saja. Tapi kharismaku tinggal cerita karenamu. Kali ini menghilang, semua jadi sia-sia.

Biarlah, biarlah, ku biarkan semuanya. Kini ku mencoba lagi merangkai aksara untukmu. Semoga aksara-aksara ini bisa menarikmu kedalam ruang-ruang kosong jiwaku, sehingga semuanya bisa kembali menjadi normal lagi. Tarianku menarik lagi, kharismaku kembali lagi, dan tak ada tebing galau lagi antara kita berdua.

Walau tak nyata, ku ingin kamu mengerti. Walau sederhana, ku rangkai kata-kata. Walau apa adanya, ku cinta puisi untukmu.






thanks for reading.....

Sabtu, 04 Agustus 2012

Perasaan Terakhir Untuknya

kau pikir ini tak konyol ?
Ini konyol sekali menurutku. Aku tak pernah mengerti tentang perasaanku kepadanya.
Saat aku berpikir aku tak mencintainya tapi ternyata ada rindu yang merasa harus terjawab.

Menyenangkan dapat bertemu dengannya 3 kali dalam 4 hari terakhir, walau aku tahu harganya sangatlah mahal untuk bertemu dengannya, it's okay girl.

Seandainya aku mampu, aku akan beli sepatumu setiap hari agar setiap hari juga aku bisa bertemu denganmu. Relax, itu hanyalah lintasan pikiran liar dan konyol yang pernah hinggap diotakku.

Aku sempat menolak kehadirannya dalam otakku, tapi kau tahu kawan hati lebih superior untuk urusan yang satu ini. Berulangkali menolaknya, tapi ketika bertemu kembali benteng yang sudah dibangun kokoh itupun hancur dalam hitungan nano second. Menyedihkan bukan untuk penilaian sebuah perjuangan yang dilakukan dengan susah payah.

Tapi dia, ku rasa dia masih saja menyimpan rasa untuk lelaki itu. Akupun sama masih saja menyimpan rasa untuknya yang belum tentu bisa mencintaiku. Ah, ini kisah terlalu picisan untukku, tapi apa hendak dikata cintapun sudah melekat bak perangko di atas anplov, jika dilepas sudah tak bisa lagi digunakan di anplov yang lain.

Yang masih ku ingat dari sisa-sisa pertemuanku adalah, kami bercanda ria bersama disebuah warung kopi yang selalu aku singgahi. Lalu dia berkata "hari Senin aku uda berangkat kuliah loh" "oh ya ?" aku sempat terkejut, tapi langsung merapihkan lagi garis mukaku yang sepertinya sempat menyimpan rasa takut kehilangan. Aku hanya tak ingin dia tahu aku mencintainya, karena ini tak adil untuk aku, dia, dan lelaki itu.

Saat terakhir dia sudah bersiap untuk pulang, aku masih sempat ingin meyakinkan dia untuk tinggal saja disini karena masih ada aku yang akan mencintainya "uda sih gak usah berangkat, nanti 3 bulan minta pulang" gaya bicaraku memang seperti menghasutnya, tapi cuma itu kata terbaik yang bisa aku ucapkan untuk meyakinkan dia bahwa aku mencintainya. Perkataan yang konyol bukan ?

Lalu diapun sempat menjawabnya "jangan gitu dong, kasihan tau ibuku" "iya gak kok" "aku kan mau jadi orang jawa, mau nyari pacar orang sana, makannya ke jawa lagi" kau tahu kawan, sebenarnya aku tak bisa menolak untuk menerima tawarannya yang mengajakku kembali ke tanah jawa tengah, aku juga sudah cinta tanah itu, tanah yang penuh kedamaian, tanah yang penuh kenangan untukku.

Kata terakhir yang aku bisa katakan padanya hanyalah "nanti aku mau ke solo, aku mau main kesana ditempat aku kuliah dulu".



Merinduimu perlahan.. Menggenggam nada.. Kemudian senyum yang tak bisa kita artikan

Thanks for reading .....

Minggu, 01 Juli 2012

Welcome Juli

Masih terasa sisa-sisa hujan di bulan Juni, dihapusnya jejak-jejak rindu bersama bulir hujan yang turun membasahi kaca kamarku.

Perlahan mengalir dari atas menuju taman di bawah jendela kamarku, melewati kaca membasuh cerita yang ada di dalamnya. Disisakannya debu-debu rindu setelah hujan berlalu dan kemarau membelenggu.

Telaga memang masih berair, mengingatkan Juni yang selalu menghujan. Juni yang selalu dingin dan sepi disetiap malamnya.

Juni...... Jejakmu tak begitu cepat berlalu. Masih terngiang kata-kata yang mengucap rindu, masih teringat bait-bait di malam penghujan, masih ada telaga berair sisa-sisa buih hujanmu dalam setiap sepi.

Selamat datang Juli, selamat datang kemarau. Sengatlah setiap inci kulit yang selalu berselimut dingin saat Juni menghujan. Bakarlah pundak yang tak pernah tersandar oleh satupun kepala di malam Juni.

Selamat datang Juli. Aku temukan diriku masih tersesat disela hatinya yang tertutup rapat sejak Juni menghujan. Disaat Juli kemarau aku masih temukan diriku mencari tempat berteduh diantara hatinya yang masih saja menghujan.

Apakah setiap Juli hanya kemarau ?

Sementara aku begitu nikmat mencintainya dalam penghujan, aku begitu syahdu merindunya saat air membias di jendela kamarku dan aku begitu merasakan hangat hadirnya dalam malam yang menghujan.

Aku tahu ini Juli yang kemarau, mungkin tak seperti Juni dimana dia masih hadir dalam setiap dering handphone-ku, dimana dia masih mau terjaga untuk sekedar membaca aksara-aksara ini.

Hingga Juli datang...... Semua rindu yang terucap dari hatiku, tertulis oleh jemariku, terangkum oleh syairku, dia lah yang tetap saja menjadi inspirasiku.

Ingin aku melipat-lipat rindu itu seperti origami, menjadi burung yang mengangkasa dengan kedua sayapnya yang indah, dan menaruh rinduku dihatinya yang masih saja terlihat kelabu di musim kemarau.

Aku hanya tak ingin kita menjadi sepasang penyesalan dari setiap rindu yang hanya termimpikan, atau dari cinta yang tak sempat terkatakan.

Kini aku menggugat rindu yang makin pekat menggulumku disetiap malam teriring sepi, aku yakin rindu itu kuat meski kian lama kian pucat diajaknya berlari.


Bila cintaku salah, hatiku tetap untuknya ....
Thanks for reading ........

Selasa, 19 Juni 2012

Perahu Kertasku

Cinta ini seperti sebuah kertas, lipatlah-lipatlah hingga menjadi sebuah origami yang menggambarkan semua isi hatiku.

Lihatlah, dia menjadi sebuah perahu tempat aku menitipkan semua rasa ini.

Aku bawa perahuku ke sungai, lalu ku biarkan mengalir dengan tenang hingga sampai ke muara hatimu yang biru.

Saat senja tiba aku kibarkan layarnya. Perahuku berlayarlah menuju sunset itu, perahuku lintasilah samudera kehidupannya, carilah pelabuhan untukmu bersandar saat fajar akan menyongsong.

Sejak itu, sejak sore itu aku pun tak henti menunggu, kalau-kalau nanti ada kabar dari perahu kertas yang pergi membawa layar-layar kehidupanku.

Kembalilah perahu kertasku, kembalilah.

Aku menunggu kabarmu, kabar dari samudera nan luas itu.




Ditulis sepenuh hati......

Minggu, 10 Juni 2012

Abadilah Adanya

Dalam malam aku menghening, saat ini aku hidup diantara awan, aku masih tidak menyadari apa yang terjadi tapi aku tahu bahwa aku selalu mengingat semua yang telah aku lakukan.

Aku tak pernah berhenti mencintaimu, dan tak pernah sekalipun mengucapkan keluhan atas semua keadaan yang ada saat ini. Biarkan saja mengalir tapi tak seperti air, karena air mengalir dari tempat yang tinggi menuju ke tempat yang rendah, tapi perasaanku tak menganut hukum air. Perasaanku terus mengalir dari tempat yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, tinggi, tinggi dan tak mungkin kembali lagi.

Biarkan saja aku terus merangkai kata dan berkarya, karena hidup hanyalah tentang kata-kata dan karya yang akan menggema dalam keabadian. Semua itulah yang kelak akan merumuskan dan memperkenalkan siapa aku kelak dikemudian hari.

Setiap bait ini seperti notasi nada, dan tempatku menulis adalah partitur yang merumuskannya menjadi paranada cinta yang akan mengalun dalam setiap helaan nafasmu, yang akan menghiburmu dalam setiap penggalauanmu, dan yang akan menemanimu dalam sepi yang perlahan mengantarkan mimpi.

Cintaku mungkin tak seabadi E = MC² yang dirumuskan oleh albert einstein, menggema dalam keabadian, melekat dalam setiap pikiran, dan dijajakan dalam setiap lemabaran ataupun halaman yang dimiliki oleh orang-orang disetiap lemari bukunya.

Tapi percayalah sayang, selama aku masih bisa menulis akan ku abadikan cintaku dalam setiap karya-karya yang aku bukukan. Meski tak semua orang mengabadikannya, tak semua orang membacanya, tak semua orang menyimpannya diantara buku yang tersusun rapi di dalam lemarinya.

Biarlah kita yang akan mengabadikannya dalam setiap ruang-ruang renggang di dalam hati kita, sehingga terus terbawa kemanapun kelak kita melangkah, atau biarlah dia larut seperti molekul-molekul kimia yang mengendap di dalam jiwa kita.

Ketika kau membaca tulisan-tulisan ini anggaplah setiap paragaraf adalah kelopak-kelopak mawar yang mengapung di atas air. Sehingga kau tahu jika aku tengah menaburkan cinta-cinta dalam sebuah cita yang seharusnya tak lagi kau pertanyakan.





Thanks for reading ...........

Kamis, 07 Juni 2012

Tanpa Hujan Awal Juni

Tak ada lagi hujan di awal Juni ini. Malamku cerah bercahaya dengan bintang gemintang, dan sang rembulan ikut ambil bagian dalam indahnya cerita malam ini.

Aku dalam lamunan dan kenyataanku, perlahan aku berjalan dalam labirin rumit persaanmu, mencari jalan menuju pintu hatimu. Meraba dalam gelap dan menyusup dalam sepi, menyelinap lewati pintu penjaga dan berputar-putar dalam lika-liku labirin itu.

Kali ini aku melihat karya surga nyata dalam tatapan matamu, lembut seperti angin yang mengelus rambutku, suci seperti sungai yang mengalir diantara taman firdaus.

Aku tahu diam-diam kau menyimpan haus dari dahaga cintaku, atau setiap malam kau mencoba menggambarkan wajahku dalam setiap mimpimu. Ahh tidak, kata-kata itu terlalu konyol dan lebay, seharusnya tak ada dalam rangkaian tulisan ini.

Begini saja, bagaimana jika aku simpulkan bahwa saat ini sudah tercantum welcome untuk kehadiranku, walaupun tulisan itu ada di keset depan rumahmu. Aku lebih suka kalimat ini, karena lebih mudah dicerna.

Jika memang terjadi kisah kasih diantara kita, mungkin ini bukan lagi kisah kasih di sekolah seperti syair sebuah lagu, karena aku dan kamu sudah tak lagi mejadi anak sekolah. Jika memang mungkin kita menjalin kasih, judul yang paling tepat adalah kisah sedih di hari minggu, ya karena kita akan berada dalam jarak yang jauh membentang walau dalam skala 1 : 100.000 hanya satu jengkal saja. Ini lamunanku, bagaimana lamunanmu ?

Aku tak peduli seberapa jauh jarak yang memisahkan kita, aku tak peduli kau dan aku akan terikat dalam satu kisah atau tidak, karena kepedulianku adalah bagaimana agar aku tetap bisa mencintaimu walau nanti kamu tak menerima cintaku. Tapi dari tatapmu aku menemukannya, dari senyummu aku dapat membacanya, aku tahu disana ada perasaan yang menunggu untuk dibangunkan dari tidurnya, semoga tafsirku tak meleset untuk hipotesis ini.

Hay dunia, katakan aku bahagia malam ini, sampaikan pada rumput-rumput dan serangga malam bahwa aku tak lagi tertunduk untuk membasahi mereka. Aku ingin mendengar lagi nyanyian burung hantu, kutu-kutu walang ataga, atau serangga-serangga malam yang saling bersahutan lewat kesempurnaan malam yang tuhan persembahkan.

Rabu, 06 Juni 2012

Hujan Awal Juni

Jika ini takdirku biarlah aku nikmati setiap kehendaknya, dan jika ini karmaku biarlah aku nikmati sebagai penebus dosaku.

Hujan di awal Juni adalah satu-satunya pelipur lara malam ini, ketika buih-buihnya mengantarku dalam lelap tidur lewati semua mimpi-mimpi.

Kosong dan hanya kosong, tak ku lihat apapun dalam tidurku, hanya gelap karena semua mimpiku terjadi dalam lamunan ketika hujan masih terbendung.

Air mata tak mungkin terseka oleh senyuman ataupun tangan kekasih, biarkan saja jatuh tenggelam bersama rintik-rintik hujan di awal juni ke dalam telaga. Biarkan menyatu dan tak seorangpun tahu yang jatuh ke telaga itu air hujan atau air mataku yang sudah tak bisa tertahankan lagi.

Tanpaku dan tanpamu, biarlah malam ini berlalu seperti biasa dimana aku dan kamu ada dibelahan bumi yang berbeda walau sama beratap rinai-rinai hujan awal Juni.

Lalu bulir hujan menjadi rintihan dikepekatan malam.

Kamis, 31 Mei 2012

Ketika Hujan Siang Ini

Hujan di siang ini membawa lamunanku tentang seseorang yang belum pasti adanya. Dia adalah inspirasi dari setiap kata yang terangkai dalam tulisan-tulisan ini. Dia adalah kencan butaku,sebuta-butanya aku untuk mencintainya.

Cinta itu tak buta, karena kita bisa melihat pintu-pintunya yang dihiasi dengan pernak pernik indah disekelilingnya. Pintu dengan pilihan kayu terbaik dan diukir dengan segala karya cipta yang begitu elok untuk kita lihat.

Aku mencoba menghampiri pintu itu, perlahan aku langkahkan kakiku melewati altar merah yang dihiasi dengan bunga-bunga yang begitu wangi. Begitu nikmatkah cinta ini, sehingga jalan menujunya begitu romantic jika harus aku bayangkan dalam lamunan siang ini yang dihiasi buih-buih rintik hujan.

Langkah demi langkah aku tapaki, setiap hempasan telapak kakiku menaburkan wewangian dari altar yang dihiasi bunga-bunga itu. Aku mulai mendekat, semakin dekat dan terus mendekat. Sekarang mungkin jarakku dengan pintu itu hanya seujung mata tombak milik kesatria kerajaan-kerajaan cinta yang ada dalam cerita dongeng sebelum tidur. begitu dekatnya dan begitu indahnya ketika jarak tak lagi menjadi penghalang untuk dapat membuka pintu itu.

Aku terdiam, dan mencoba mengatur denyut jantungku yang mulai tak beraturan. Keringatku bercucuran karena gugup untuk mengetahui apa yang ada di dalam pintu yang begitu indah dihadapanku. Perlahan otot tanganku bekerja melalui perintah cerebellum. Mereka mendekatkan telapak tanganku dan mengirimkan instruksi agar jari-jariku membuka pintu itu, semuanya bergerak secara otomatis seperti timer yang terletak dalam bom waktu. Lalu....... "krek" ............................................................ dan pintu itu tidak terbuka. Seseorang mungkin sudah menguncinya sehingga tak ada satupun yang mampu melihat seperti apa indahnya ruangan yang ada di dalam pintu itu.

Sejenak denyut jantungku mulai tak sekencang tadi setelah mendapati pintu itu terkunci, dan aku mulai mengeringkan keringatku yang sedikit masih tersisa dikeningku yang terhalang oleh rambutku yang ikal.

Aku tak beranjak pergi dari pintu itu, tak pula membalikan badanku untuk sekedar berputus asa. Aku masih saja tegap berdiri menatap pintu indah yang terkunci. Perlahan aku coba membuat anak kunci yang sesuai dengan desain lubang kunci itu. Aku membuatnya sendiri melalui tubuhku, jiwaku, dan perasaanku sehingga kelak aku dapat membukanya dan melihat isi ruangan itu.

Siang ini langit masih mendung dan urung membiru. Biarkanlah buih-buih hujan meretas menembus kaca, agar terlihat berembun dan airmata tersamarkan oleh biasnya.




Thanks for reading........

Sabtu, 26 Mei 2012

Partitur Kebahagiaan

Ini kisahku, aku yang sedang dimabuk asmara oleh seorang wanita yang sebenarnya tak mengandung alkohol.

Adakah yang salah dari yang aku ucapkan ?

Atau mungkin kalian sudah jenuh dengan tulisan-tulisanku ini ?

Jika kalian menyukainya aku harap kalian akan melanjutkan untuk membaca tulisan ini, jika tidak aku harap kalian tidak mencacinya, kecuali kalian bisa membuat tulisan yang lebih baik untuk bisa dibaca orang lain.

Aku mungkin sudah satu tahun lebih tak berpacaran, bisa dibilang ini rekor terlama dalam hidupku semenjak aku mulai berpacaran. Tapi aku cukup merasa nyaman dengan keadaanku saat ini, aku ciptakan sendiri kebahagiaanku dan itu adalah solusi terbaik dalam menyikapi hidup agar tidak berjalan dengan irama yang monotone.

Aku bahagia bisa mengaplikasikan kegilaanku pada kehidupanku, aku bahagia bisa mendapatkan fantasi dari setiap tulisanku, kebahagiaan itu ada karena aku yang memutuskan sendiri dalam setiap not dari tangga nada kehidupanku.

Lalu aku coba ciptakan kebahagiaan dengan menyukai seorang wanita, mungkin lebih tepat mengagumi seorang wanita. Aku sudah terlalu lama menutup hati akan hadirnya seorang wanita, tak ada salahnya jika aku mulai mencoba mengagumi seorang wanita.

Dari rasa kagumku perlahan tumbuhlah benih-benih yang mungkin aku bisa katakan cinta. Sebenarnya aku enggan mengatakan cinta,  tapi tak dramatis tulisanku ini jika tak membawa kata cinta di dalamnya.

Aku mencintainya dari semua kelebihan dan kekurangannya, aku mencintainya dengan caraku yang sederhana. Jika kau sudah membaca Hari Cinta Kebaya kau mungkin tahu siapa dirinya.

Perkara jatuh cinta ini bukanlah perkara yang mudah, karena dia sudah memiliki seorang kekasih. Mereka sudah membuat kisah mereka sendiri, tak mungkin aku datang untuk menginterverensi kisah mereka dengan kisahku.

Kemudian aku berkata "nikmatilah kisah kalian, karena aku sudah bahagia dengan kisahku", bijak bukan kepalang kata-kata yang aku sampaikan.

Bagaimana mungkin bisa bahagia dengan struktur sederhana cinta ini ?

Jika yang kamu prioritaskan rasa untuk memiliki maka itu tak kan membuatmu bahagia, karena tak mungkin membuat episode baru dalam sebuah sinema yang sedang berjalan dengan indahnya. Aku bahagia karena yang menjadi prioritasku adalah cinta, rasa cinta untuk mengaguminya, rasa cinta untuk mengasihinya, dan rasa cinta untuk membuat kebahagiaanku.

Biarkan dia menikmati kisahnya, biarkanlah dia bahagia dengan caranya. Aku pun akan bahagia dengan kisahku yang mengaguminya dengan segala kegilaanku.

Aku dan dia tak harus berpisah walau tak mungkin bersatu, tapi aku dan dia masih bisa bersama dalam indahnya beranda kehidupan yang tuhan ciptakan.

Biarlah aku lukiskan cintaku dalam partitur perasaan yang aku buat sendiri, agar bisa mengalun dalam notasi nada merdu dalam setiap kehidupan.






                                                                                                                   

                                                                                                           con amore 
Thanks for reading....

Rabu, 23 Mei 2012

Surat Untuk Sahabatku

Dear sahabatku......

Aku mengenalmu delapan tahun yang lalu, saat kita berlatih pramuka bersama di sekolah. Sekarang kita sudah tumbuh dewasa, dan kau sudah siap menjalani harimu dengan seorang lelaki yang akan menemani hidupmu.

Berapa banyak waktu yang kita lewati bersama ?

Berapa banyak tawa yang membawa kita tenggelam dalam bahagia ?

Aku menulis surat ini agar bisa kita kenang bersama, semoga kau tak pernah lupa dengan kehadiranku dalam hidupmu.

Dari lomba pramuka di Cibinong.

Dari kisahku dengan temanmu yang aku anggap sebagai cinta pertama.

Dari cintamu untuk saudaraku.

Dari kita jatuh bersama saat mengendarai sepeda motor ayahmu.

Dari sweater yang pernah kau pinjamkan.

Dari aku bolos sekolah denganmu.

Dari ketulusanmu menolong ibuku mentransfer uang untukku di Solo.

Dari hand phone yang pernah kau gadaikan.

Dari uang yang pernah aku pinjam.

Dari ujian saringan masuk STAN.

Dari antri nomor ujian di STAN.

Dari main di Kota Tua.

Dari study tour di Bandung.

Dari cubitanku di Plaza Cihampelas.

Dari ledekanmu di Sabuga ITB.

Dari buka bersama pramuka.

Dari nonton film horror di junction.

Dari semua kebersamaan yang kita lewati bersama.

Aku tahu kita tak mungkin bisa membagi waktu seperti dahulu lagi. Aku tahu kita tak bisa berpetualang mencari kebahagiaan lagi. Buatlah hidupmu dan bahagiamu sendiri bersama suamimu, jika nanti kau di karuniai seorang buah hati, jangan lupa untuk sekedar memberiku kabar akan kelahirannya.



Bahagialah Sahabatku.............

Kisah Kita

Malam ini kita kembali berjumpa, kita berbincang di tempat dahulu kita sering duduk bersama menyusun rencana kerja. Satu tahun mungkin sudah kita lewati di belahan bumi yang berbeda. Maaf kawan, bukan bermaksud meninggalkanmu dalam keterpurukan, tapi mungkin kau lebih dewasa menyikapi ini semua.

Aku masih ingat saat kita bergelimang harta. Kita nikmati indahnya kesenagan dunia, kita menari indah diatas bara api neraka. Tarian itu hanya kita yang tahu, tarian itu hanya kita yang rasa, biarkan saja orang berkata apa, asal kita bisa menari sambil tertawa.

Kita lewati malam dengan penuh kecurigaan, bahkan mata kita lebih awas dari pada mata burung hantu yang mengawasi kita dari atas pohon besar di tengah kuburan. Telinga kita lebih peka dari pada telinga kucing yang mampu mendengar suara rumput yang bergesekan.

Usiaku masih 16 tahun saat itu, hanya berbeda 2 tahun dengan anak sulungmu, tapi kita menyatu menjadi rekan kerja walau usia jauh berbeda. Kau mengajarkanku pahitnya kehidupan, dan kau tunjukan pada ku indahnya kesenangan duniawi.

Aku sudah sangat puas dengan apa yang sudah kita lewati bersama, dan akhirnya aku memilih jalan untuk kembali menjadi insan yang lebih berbudi. Aku tinggalkan semua pekerjaan dan kegiatan yang menjadi kesenangan kita, aku tinggalkan kota kelahiranku demi sebuah perubahan yang membawaku dalam kebaikan. Lalu kau, kau pergi dengannya dan meneruskan semua itu. Aku tak meninggalkanmu begitu pula kau, kita hanya memilih jalan yang berbeda saat menemui sebuah persimpangan.

Sampai saat kita jumpa hari ini, aku mendengarnya sayup-sayup dari kata yang terucap dari mulutmu. Kata-kata itu masih menyimpan luka memar dari tinju yang kau terima berulang kali. Dan matamu, aku melihatnya walau kau coba menyembunyikannya, matamu masih menyimpan dendam yang tak tersampaikan.

Aku seperti dibawa kembali terbang ke masa lalu. Jika masa itu bisa ku ulang mungkin aku tak kan memisahkan diri dari persimpangan yang kita temui, aku akan mengikutimu dan mengajakmu memutar haluan ke dermaga persinggahanku saat ini.

Tapi penyesalan hanyalah penyesalan, tak setitikpun kita bisa mengubah apa yang telah terjadi. Sebagai manusia yang bergelut dengan dosa kita hanya mampu untuk memperbaikinya, lalu mengikuti jalan yang berarah ke istana surga yang kita imipikan dikehidupan selanjutnya. 

Senin, 21 Mei 2012

Pantai

Memandang laut saat mentari mulai tenggelam, lalu rasa ragu itu datang, berpacu dengan waktu yang seolah ingin meredupkan sunset bersama mega-meganya yang memerah. Tapi pasir yang putih ini menahanku dengan kelembutannya di telapak kakiku, dia seperti tak ingin kakiku melangkah bergerak meninggalkannya.

Di pantai ini saat ombak berkejaran meraih kakiku, saat angin bergantian menyentuh halus rambutku yang agak ikal, dan sunset semakin menepi di garis horizontal laut ujung genteng yang begitu indah. Aku mengingatnya, mungkin lebih tepat teringat akan dirinya gadis berkebaya cokelat. Lantang aku memanggil namanya di tepi pantai ini, yang menjawab adalah alam dengan menyebutkan namanya kembali, semakin lantang aku memanggil namanya dan semakin menggaung namanya kembali ditelingaku. 

Aku berlari saja menyusuri indahnya pantai ini, melintasi ombak-ombak yang liar menghantam kakiku, dan pasir-pasir haluspun bertebangan diantara telapak kakiku yang tak beralas.

Kenapa masih saja ragu ?
Kenapa masih saja berharap ?
Apa aku sedang berdusta pada diriku ?
Apa aku sedang melawan garis haluan yang tuhan tentukan ?

Sunset sudah menghilang, tapi langit ini tetap indah dengan bintang-bintangnya yang tak henti bergantian untuk berkedip. Nelayan pun sudah menyalakan semua lampu di perahunya, dan ombak seperti perlahan menghentikan deburannya. Pantai ini mulai tenang, tuhan menunjukan keagungannya padaku lewat takdir alam yang tak bisa kita rubah.

Lalu aku, aku hentikan saja penggalauan ini sejenak. Tuhan menghiburku dengan ketenangan dan keindahan alam ini, tak sedikitpun aku layak menolak apa yang tuhan tawarkan untukku, bahkan untuk berkedip pun seharusnya aku tak layak, terlalu naif jika aku lewatkan hiburan yang telah tuhan sediakan. Biarkan saja rasa ini bersemayam pada tempatnya, biarkan tersamarkan oleh suara burung hantu, kutu-kutu walang ataga, atau serangga-serangga malam yang saling bersahutan, dan kesempurnaan alam yang tuhan persembahkan, kita nikmati saja bersama walau berada dibelahan bumi yang berbeda.

Kamis, 17 Mei 2012

Kesendirian dan Cinta

Dalam hidup ini aku sudah banyak menemukan banyak cinta dari mereka yang pernah mengisi hidupku. Aku tak mengerti rasa ini seperti menginginkan sesuatu yang berbeda, cinta itu satu persatu ku lepaskan, dan satu persatu datang kembali dengan rupa yang berbeda.

Hari ini, mungkin sudah satu tahun lebih aku hidup dalam sendiri, beberapa cinta pernah ada yang menghampiri, tapi aku seperti sudah nyaman berbicara dengan dinding kamar. Sampai aku mengerti bahwa cinta membutuhkan pelabuhan untuk bersadar, bahwa hati butuh tempat untuk berbagi.

Dalam gua kesepian aku mencoba mencari celah untuk keluar, meraba dalam gelapnya pekat malam dan berlari dalam derasnya rinai hujan. Pada akhirnya aku menemukan sesosok perempuan yang aku pikir mampu menyejukan hatiku dari teriknya panas, mampu menenangkanku dari gusarnya gelisah, dan mampu menuntunku dari bimbang akan pilihan.

Entahlah, ini seperti melawan arus di tengah air sungai yang sedang meluap, seperti mendayung diantara jeram yang tak berujung, atau seperti menunggu bintang jatuh di tengah mendungnya malam. Bagaimana mungkin memiliki perempuan yang sudah mempunyai seorang kekasih, bagaimana mungkin memintanya merubah haluan sedangkan dia dalam perjalanan menuju pelabuhan bahagianya.

Ketika hidup memaksa ku harus memilih, ketika cinta membuat ku menjadi gulana, lalu senyum harus ku berikan pada siapa ?

Dalam labirin kehidupan, jalan keluar memang sulit ditemukan, tapi keindahan dari sebuah perjalan menjadi hiasan dalam lika-liku takdir tuhan.

Biarlah tuhan tentukan semuanya, ketulusan ini hanya dia yang tahu, kesempurnaan ini dia yang memiliki, keindahan ini dia yang berikan. Hidup bukan hanya untuk menunggu dan membuang waktu, waktu yang telah berlalu akan semakin jauh meninggalkan kita. Ada saatnya ketulusan akan bersinar, kita hanya butuh kesabaran dan ketabahan, tidak untuk berpangku tangan.


 Ditulis sepenuh hati ..........


Senin, 14 Mei 2012

Surat Untuk Jodohku

Dear Jodohku......

Dalam sunyi aku coba mengarsir centi demi centi bentuk raut wajahmu, dalam gelap aku coba membentuk siluet untuk mengenali siapa kamu.

Dalam penantian ini berulangkali aku membayangkan siapa dirimu nanti, dalam sendiri ini aku berikrar untuk membahagiakanmu sampai akhir hayat nanti.

Aku pernah berlari di pantai sambil meneriakan namamu, tapi yang menjawab hanya deburan ombak yang menabrak karang bergemuruh.

Aku pernah berlari ke hutan untuk mencarimu, tapi yang ada hanya suara jangkrik dan sepoi angin melintasi telingaku.

Aku tak pernah tahu kamu dimana, pencarianku tak pernah menghasilkan apapun, arsiranku tak pernah menggambarkan paras wajahmu, dan siluetku tak menampakan siapa kamu sebenarnya.

Aku harap kamu datang membawa sebuah cinta yang akan kita tumbuhkan bersama. Cinta yang pernah tertanam dalam diri Hawa, cinta yang pernah di miliki Dewi Khunti untuk para Pandawa.

Jika pun tak ada cinta yang kau bawa, aku harap kamu membawa benih-benihnya, biarlah aku yang akan memupuk cinta itu sehingga tumbuh dengan sempurna. Biarkan bunganya bermekaran di beranda hati kita dan mengindahkan semua pasang mata yang melihatnya.

Akan aku buatkan sebuah rumah dimana kita bisa berteduh di bawahnya. Biarlah rumah itu sederhana, asal cukup untuk menampung kita dan buah hati kita.

Malam ini bolehlah aku meminta dansa istimewa dari balik selimut yang penuh cinta, lalu biarkan aku terlelap tidur disampingmu sambil menjaga kamu dari ketakutan akan gelapnya malam.

Bangunkanlah aku di pagi hari untuk menimang buah hati kita sebelum berangkat kerja, siapkanlah teh hangat untuk tubuhku yang terasa dingin sehabis mandi, bukalah gorden yang cantik itu agar mentari melihat damainya pagi di rumah kita.


Jodohku sayang, aku harap kamu segera datang untuk menyatukan mimpi-mimpi kita.



Salam sayang...........


Jodohmu, Aziz Ahmad

Minggu, 06 Mei 2012

Hari Cinta Kebaya

Hari ini aku teringat gadis dengan kebaya pink dan kerudung pink yang dia kenakan diacara pesta perpisahan sekolah lima tahun yang lalu. Bagaimanapun dia adalah cinta pertamaku, siapapun pasti akan tertarik untuk mengenalnya dan aku beruntung sempat menyentuh hatinya. Dari gadis berkebaya pink kemudian aku temukan gadis berkebaya putih, dia adalah cinta berikutnya dalam hidupku. Tak perlu ragu lagi, hari ini aku diliputi rasa rindu yang cukup mendalam, bukan karena kebaya dan kerudung pink atau pun kebaya putih, tapi rindu hangatnya cinta dari gadis berkebaya.

Lalu aku menobatkan hari ini menjadi "Hari Cinta Kebaya", karena pagi ini aku akan menghadiri acara perpisahan di sekolah SMA ku, dan semua peserta wanitanya mengenakan kebaya sebagai dress code pada acara itu. Barangkali aku temukan cinta dari kebaya-kebaya yang akan ku lihat hari ini, dan semua gadis yang ingin jadi pacarku hari ini harus berkebaya.

Aku sudah sampai di sekolah, pagi ini sekolah ku yang sepertinya biasa-biasa saja terlihat sangat ramai, aku dapat menyimpulkan jika acara ini akan berlangsung sangat meriah, dan aku baru pertama kali datang di acara perpisahan yang semeriah ini, tentu sangat berbeda dengan acara perpisahan angkatanku dua tahun yang lalu, kami melangsungkan acara perpisahan di Gunung Mas, dan kami semua mengenakan batik.

Aku berkumpul dengan teman-teman alumni yang lain, kami sebagai alumni memang masih berjalan kompak dibawah naungan Ikatan Silaturahmi Alumni SMA Negeri 15 Bekasi. Tegur sapa sepertinya itu ritual wajib yang harus kami lakukan karena memang sudah lama tak jumpa.

*********
Mataku tak bisa lengah untuk melihat gadis-gadis berkebaya itu, acara memang sudah di mulai dan semua peserta duduk di kursi yang telah disediakan. Memang indonesia, sepertinya ada yang kurang jika tak ada yang terlambat datang di dalam sebuah acara, dan tentu saja masih ada gadis-gadis berkebaya berjalan mencari tempat duduknya. Gadis-gadis itu terlihat sangat sexy dengan kebayanya, jika kau sudah terlihat sexy dengan kebayamu maka dengan mengenakan pakaian apapun kau akan tetap terlihat sexy, mungkin itu pepatah yang bisa aku simpulkan di Hari Cinta Kebaya.

Kedatangan ku bukan tanpa alasan yang konyol, aku memang mencari cinta dari gadis berkebaya hari ini. ponselku berdering, ada gadis berkebaya yang berkata melihat kedatanganku dan dia mengenakan kebaya cokelat. Lalu dengan cepat aku mencari gadis berkebaya cokelat hari ini, dia memang bukan cintaku tapi aku sedikit berharap akan cinta gadis berkabaya cokelat itu. Jika orang lain move on karena patah hati mungkin hanya aku yang tak akan pernah move on walau cinta tak terbalas dari gadis berkebaya cokelat itu, konyol bukan ?

Aku melihatnya melambaikan tangan, dia seperti mendadahi ku, aku pun membalas dengan gerakan yang sama, mungkin saat ini bahasa tubuh memang menjadi prioritas utama untuk berkomunikasi, karena tak mungkin kami saling meneriaki. Ini acara formal kalian harus mengerti sedikit etika, bahasa tubuh adalah bahasa yang sangat sopan disebuah keramaian.

Tak mau kehilangan arah, aku pun langsung menghampirinya sedikit berbincang dan dia meminta tolong untuk diambil potretnya saat dia dipanggil untuk menerima kalung seperti mendali tanda dia telah dilepas oleh sekolah dan resmi menjadi seorang alumni. Tentu dan tak bisa aku menolak permintaan tolong orang lain, apa lagi dari gadis berkebaya cokelat nan sexy ini.

Tak lama, kemudian namanya dipanggil oleh moderator dan aku pun berjalan ke depan mencari sudut yang tepat untuk mengabadikan moment yang mungkin hanya terjadi sekali dalam hidupnya. Bibir merah merekah dan selalu basah, langkahnya tenang kala berjalan, maklum sandal high heels 3 cm itu tak bisa diajak terburu-buru, tinggi memang tidak semampai, gadis berkebaya dan kerudung cokelat menjadi idaman.

Aku sudah mendapatkan potertnya dan sekarang kami sedang duduk bersebelahan sambil mengobrol, tak perlu pusing mencari bahan obrolan karena yang paling tepat adalah menanyakan kelanjutakn study-nya, dan ternyata esok dia sudah akan berangkat ke Salatiga untuk melanjutkan study-nya di salah satu perguruan tinggi swasta disana. Salatiga itu buka benar tujuh tapi nama sebuah kota sebelah utara kota Solo.

Hari ini memang aku nobatkan jadi "Hari Cinta Kebaya" walau tak ada cinta dari gadis kebaya aku tetap menobatkan hari ini "Hari Cinta Kebaya". Gadis berkebaya dan kerudung cokelat akan segera mendaratkan kakinya di kota Salatiga, tak mungkin mengejar cintanya sampai di daratan tengah pulau jawa, tapi seperti yang aku bilang aku tak akan pernah move on, karena aku masih akan menerimanya jika suatu hari dia datang mempertanyakan cinta ku .........